about me

about me
Life Is Simple

tentang saya

tentang saya

Kamis, 24 November 2016

WAKAF UU NO.41 TAHUN 2004

PERWAKAFAN PENGATURAN WAKAF SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 Makalah Ini di susun Guna Memenuhi Tugas Matakuliah Perwakafaan Dosen Pengampu: Siti Fatimah, M.H.I \ SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI METRO (STAIN) JURAI SIWO METRO 2016 DAFTAR ISI Halaman Judul i Daftar isi ii BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Permasalahan 1 C. Tujuan 1 BAB II PEMBAHASAN 2 A. Penjelasan UU No.41 Tentang Wakaf 2 B. Jenis Harta Benda Wakaf 4 C. Tujuan Wakaf 8 BAB III PENUTUP 10 Simpulan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedudukan Harta Wakaf Dalam pandangan al-maududi(1985) sebagaimana di kutip oleh imam suhadi,bahwa pemilikan harta dalam islam itu harus di sertai dengan tanggung jawab moral. Artinya segala sesuatu (harta benda) yang dimiliki oleh seseorang atau sebuah lembaga secara moral harus diyakini secara teologis bahwa ada sebagian dari harta tersebut menjadi hak bagi pihak yang lain, yaitu untuk kesejahteraan sesama yang secara ekonomi kurang atau tidak mampu, seperti fakir miskin,yatim piatu,manula,anak-anak terlantar dan fasibilitas sosial. Azas keseimbangan dalam kehidupan atau keselarasan dalam hidup merupakan azas hukum yang universal. Azas tersebut diambil dari tujuna wakaf. Yaitu untuk beribadah kepada ALLAH swt sebagaii wahana komunikasi dan keseimbangan spirit antara manusia dengan ALLAH swt. Pemilikian harta benda mengandung prinsip atau konsepsi bahwa semua benda hakikatnya milik ALLAH swt . kepemilikan dalam ajaran Islam disebut juga amanah(kepercayaan),yang mengandung arti,bahwa harta yang dimiliki harus di pergunakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang di atur oleh ALLAH . konsepsi tersebut sesuai dengan firman ALLAH: “kepunyaan ALLAH-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya(QS:al-maidah:120) B. Permasalahan 1. Bagaimana pengaturan wakaf setelah berlakunya UU No.41 Tahun 2004 ? 2. Apa Saja Jenis Harta Benda wakaf ? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengaturan wakaf setelah berlakunya UU No.41 Tahun 2004 2. Untuk mengetahui Jenis Harta Benda wakaf BAB II PEMBAHASAN A. Penjelasan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Tujuan negara kesatuan republik indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki ekonomis. Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu meningkatkan peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi yang berpotensi, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatanya sesuai dengan prinsip syariah. Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, trlantar atau beralih tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf dan masyarakat kurang menyadari tentang fungsi dan tujuan. Berdasarkan pertimbangan diatas untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional perlu dibentuk Undang-undang tentang Wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syariah dan peraturan Undang-undang ini, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain sebagai berikut: 1. Untuk menciptakan tertip hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf, undang-undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan. 2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seprti tanah dan bangunan, menurut undang-undang ini wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaan berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak sewa dan benda bergerak lainya. 3. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. 4. Untuk mengamankan harta wakaf benda dari campur tangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan profesiaonal Nazhir. 5. Undang-undang ini juga mengatur pembentukan badan eakaf indonesia yang dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. Badan tersebut merupakan lembaga independen yang melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap Nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.   B. JENIS HARTA BENDA WAKAF . Jenis harta benda wakaf dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf terdiri dari benda tidak bergerak, benda bergerak selain uang dan benda bergerak berupa uang. Benda tidak bergerak yang di maksud dalam undang-undang wakaf dapat dijabarkan sebagai berikut: • Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan baik yang sudah maupun yang belum terdaftar; • Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri diats tanah sebagaimana dimaksud pada poin sebelumnya • Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah • Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peratuean perundang-undangan • Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syatiah dan peraturan perundang-undangan. Sedangkan hak atas tanah yang dapat diwakafkan terdiri dari: • Hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar • Hak atas tanah bersama dari satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan • Hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada diatas tanah negara • Hak guna bangunan atau hak pakai yang berada diatas tanah hak pengelolaan atau hak milik pribadi yang harus mendapat izin tertulis dari pemegang hak pengelolaan atau hak miliki Benda bergerak selain uang dapat dijabarkan sebagai berikut: • Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan atau karena ketetapan perundang-undangan. • Benda bergerak terbagi delam benda bergerak yang dapat dihabiskan dan yang tidak dapat dihabiskan karena pemakaian. • Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakian tidak dapat diwakafkan, kecuali air dan bahan bakar minyak yang persediannya berkelanjutan. • Benda bergerak yang tidak dapat di wakafkan dengan memperhatikan ketentuan prinsip syariah Benda bergerak karena sifatnya yang dapat di wakafkan meliputi: • Kapal • Pesawat terbang • Kendaraan bermotor • Mesin atau peralatan industri yang tidak tertancap pada bangunan • Logam dan batu mulia • Benda lainnya yang tergolong sebagai benda bergerak karena sifatnya memiliki manfaat jangka panjang . Benda bergerak selain uang karena peraturan perundang-undangan yang dpat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagai berikut: a. Surat berharga yang berupa: • Saham • SUN(Surat Utang Negara) • Obligasi pada umumnya • Surat berharag lainnya yang dapat dinilai dengan uang. b. Hak atas kekayaan intelektual yang berupa: • Hak cipta • Hak merk • Hak paten • Hak desain industri • Hak rahasia dagang • Hak sirkuit terpadu • Hak perlindungan vareiatas tanaman • Hak lainnya. c. Hak atas benda bergerak lainnya yang berupa : • Hak sewa,hak pakai dan hak pakai hasil atas benda bergerak • Perikatan ,tuntutan atas jumlha uang yang dapat di tagih atas benda bergerak. Wakaf benda bergerak berupa uang yang merupakan terobosan dalam Undan-Undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf yang dapat dijabarkan sebagai berikut:  Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah  Dalam hal uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, maka harus dikonversi terlebihdahulu kedalam rupiah.  Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk: o Hadir di lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang(LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya. o Menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan o Menyetor secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU. o Mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai akta ikrar wakaf.  Dalam hal wakif tidak dapat hadir,maka dapat menujuk wakil atau kuasanya.  Wakif dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada nadzir dihadapan PPAIW yang selanjutnya nazhir menyerahkan akta ikrar tersebut kepada LKS.  Dalam UU No.41 tahun 2004 Perwakafan disebutkan pada Bagian Kedelapan hal Peruntukan Harta Benda Wakaf Pasal 22. Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi: a. sarana dan kegiatan ibadah; b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan; c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa; d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat Perubahan Status Harta Benda Wakaf Pasal 40 Harta Benda Wakaf Yang Sudah Diwakafkan Dilarang: 1. Dijadikan Jaminan; 2. Disita; 3. Dihibahkan; 4. Dijual; 5. Diwariskan; 6. Ditukar; Atau 7. Dialihkan Dalam Bentuk Pengalihan Hak Lainnya.   C. TUJUAN WAKAF Sebenarnya wakaf mengantarkan kepada tujuan yang sangat penting yaitu pengkaderan, generasi dan sumber daya manusia dan lain-lain. Karena, manusia menunaikan wakaf untuk tujuan yang sangat baik, semuanya tidak keluar dari koridor syariat Islam diantaranya: a. Membela agama, yaitu beramal untuk keselamatan hamba pada akhir kelak nanti. Maka wakafnya tersebut menjadi sebab keselamatan, penambahan fahala dan mungkin juga untuk pengampunan dosa. b. Memelihara hasil capaian manusia, manusia menggerakkan hasratnya untuk selalu terkait dengan apa yang ia miliki, memelihara peninggalan orang tuanya dan keluarganya. Maka ia mengkhawatirkan atas kelestarian dan kelanggengan harta benda peninggalan tersebut, ia khawatir anak-anaknya akan melakukan pemborosan, hura-hura. Maka, ia pun menahan harta benda tersebut dan mendayagunakannya, hasinya bisa dinikmati oleh anak keturunannya ataupun publik, adapun pokok harta tetap lestari. c. Menyelamatkan keadaan sang wakif, misalnya ada seseorang yang merasa asing, tidak nyaman dengan harta benda yang ia miliki, atau merasa asing dengan masyarakat yang ada di sekelilingnya, atau khawatir tidak ada yang mengurus harta bendanya nanti setelah ia meninggal karena tidak ada keturunan dan sanak saudara, maka dalam keadaan seperti ini yang terbaik baginya adalah menjadikan harta bendanya tersebut dijalan Allah sehingga bisa menyalurkan manfaatnya dari hasil harta tersebut ke berbagai sarana publik. d. Memelihara keluarga, yaitu untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan orang-orang yang ada dalam nasabnya, dalam keadaan seperti seseorang mewakafkan hartanya untuk menjamin kelangsungan hidup anak keturunannya. e. Memelihara masyarakat, bagi orang-orang yang mempunyai pengaruh besar terhadap kelangsungan hidup masyarakat, maka ia mewakafkan harta bendanya untuk tujuan itu, dengan harapan bisa menopang berbagai tanggung jawab urusan sosial kemasyarakatan.   BAB III PENUTUP SIMPULAN Wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan serta lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Harta benda wakaf terdiri dari : a. benda tidak bergerak; dan b. benda bergerak.
Wakaf merupakan suatu amalan yang tidak akan berhenti sampai kita di kahirat

family

POSKAN KOMENTAR

Sabtu, 27 Februari 2016

life is never flat

believe dream come true , soon

Senin, 07 Desember 2015

DPS. DSN-MUI

BAB II PEMBAHASAN A. FUNGSI DAN PERAN DPS & DSN MUI DALAM BANK SYARIAH 1. DEWAN PENGAWAS SYARIAH ( DPS ) Adanya Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) dalam setiap lembaga keuangan syariah juga dapat dikatakan sebagai pembeda dengan lembaga keuangan konvensional. Pada lembaga konvensional tidak menuntut adanya dewan ini. Peran dan fungsi DPS dalam LKS sangat penting artinya. The Accaunting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) mendefinisikan DPS sebagai lembaga independen atau juris khusus dalam fiqh muamalat. Namun DPS bisa juga beranggota di luar ahli fiqh tetapi memiliki keahlian dalam bidang lembaga keuangan Islam dan fiqh muamalat. DPS suatu lembaga keuangan berkewajiban mengarahkan, mereview, dan mengawasi aktifitas lembaga keuangan agar dapat diyakini bahwa mereka mematuhi aturan dan prinsip syariah Islam. Pengertian DPS menurut Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/I/III/2001 adalah badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut. Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN. Dalam Ketentuan Umum Kepmenkop dan UKM no 91 tahun 2004 tentang KJKS, disebutkan pengertian Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang dipilih oleh koperasi yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat anggota dan beranggotakan alim ulama yang ahli dalam syariah yang menjalankan fungsi dan tugas sebagai pengawas syariah pada koperasi yang bersangkutan dan berwenang memberikan tanggapan atau penafsiran terhadap fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bersifat independen, yang dibentuk oleh Dewan Syariah Nasional dan ditempatkan pada bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, dengan tugas yang diatur oleh Dewan Syariah Nasional. Peran utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agas senantiasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan bank syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan dengan Bank Konvensional. Karena itu, diperlukan garis panduan ( guidlines ) yang fungsinya untuk mengatur. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dewan Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala ( biasanya tiap tahun ) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan bank yang bersangkutan. 2. TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DPS Menurut Adnan, DPS mempunyai tugas yang unik, berat, dan sangat strategis. Keunikan tugas ini dilihat dari kondisi bahwa anggota DPS ini harus mampu mengawasi dan tentunya menjamin bahwa lembaga keuangan syari’ah sungguh-sungguh dapat berjalan diatas rel syari’ah, dan tidak menyimpang sedikitpun. Keunikan ini makin terlihat jika kita membandingkan pada institusi keuangan konvensional dimana tidak terdapat adanya Dewan Pengawas Syari’ah. Tugas DPS Pasti sangat berat, karena memang tidak mudah menjadi lembaga yang harus mengawasi dan bersifat menjamin operasi sebuah entitas bisnis dalam konteks yang amat luas dan kompleks yang secara umum memasuki ranah-ranah khilafiyah. Karena menyangkut urusan-urusan muamalah di mana ruang interpretasinya sangatlah luas. Kesyari’ahan sebuah lembaga keuangan syari’ah, dalam batas-batas tertentu dapat dikatakan terletak diatas pundak mereka. Begitu DPS menyatakan lembaga yang diawasinya sudah berjalan berdasarkan syari’ah, maka setiap penyimpangan yang terjadi terhadap kepatuhan syari’ah menjadi tanggung jawab mereka, tidak saja di dunia namun juga di akhirat kelak. Begitu pula sebaliknya, manakala DPS menyatakan bahwa terdapat penyimpangan terhadap ke patuhan syari’ah lembaga yang mereka awasi, padahal tidak, maka tingkat kepercayaan masyarakat pada lembaga keuangan syari’ah tersebut dapatlah hancur. Menurut Briston dan El-Ashker tugas DPS yaitu sebagai mekanisme kontrol untuk memonitor kinerja bank Islam yang berkaitan dengan isu kepatuhan pada syariah. Selain itu, DPS juga bertugas untuk memastikan semua kontrak, prosedur dan transaksi yang dilakukan oleh bank Islam adalah dengan aturan Islam. a) Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. b) Mengawasi Lembaga Keuanga Syariah yang telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah c) Fungsi utama DPS adalah: • Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah. • Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN. • Fungsi Dewan Pengawas Syariah ini meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan di fatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. d) Wewenang Dewan Pengawas Syariah Adalah: • Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional bank Islam, baik pengarahan dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainya. • Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk bank Islam yang telah atau sedang berjalan namun dinilai pelaksanaannya bertentangan dengan ketentuan syariah. Untuk melakukan pengawasan tersebut, anggota DPS harus memiliki kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqh muamalah dan ilmu ekonomi keuangan Islam modern. Kesalahan besar perbankan syari’ah saat ini adalah mengangkat DPS karena kharisma dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena.. keilmuannya di bidang ekonomi dan perbankan syari’ah. 3. DEWAN SYARIAH NASIONAL Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di tanah air, berkembang pula jumlah Dewan Pengawas Syariah yang ada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyak dan beragamnya Dewan Pengawas Syariah di masing-masing lembaga syariah adalah suatu hal yang harus disyukuri, tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing Dewan Pengawas Syariah dan hal itu tidak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu MUI sebagai payung dari lembaga dan organisasi keislaman di tanah air, menganggap perlu dibentuknya satu dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk didalamnya bank-bank syariah. Lembaga ini kemudian dikenal dengan Dewan Syariah Nasional atau DSN. DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana. Anggota DSN terdiri atas para ulama, praktisi, dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah. Dewan syariah nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi lokakarya reksadana syariah pada bulan juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom dibawah Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) dipimpin oleh ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan Sekretaris. Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalankan oleh badan pelaksana harian dengan seorang ketua dan seretaris beberapa anggota. Menurut pasal 1 angka 9 PBI No. 6/ 24/ PBI/ 2004, disebutkan bahwa “DSN adalah dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan usaha bank dengan Prinsip Syariah”. Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah supaya sesuai dengan syariah islam. Dewan ini bukan hanya saja mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga - lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura,dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum islam. Garis panduan ini menjadi panduan dasar pengawasab bagi dewan pengawas syariah pada lembaga – lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya. Peran Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dkembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasiksn oleh Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan. Peran Dewan Syariah Nasional juga adalah memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah. Dewan Syariah Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika dewan syariah nasioanal telah menerima laporan dari dewan pengwas syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut. Jika lembaga keuangan tersebut tidak mengindahakan teguran yang diberikan, dewan syariah nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai dengan syariah. • Tugas DSN 1. Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya 2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan 3. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah • Wewenang 1. Mengeluarkan fatwa yang mengikut DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait 2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/ peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti depkeu dan BI 3. Memberikan rekomendasi dan/ atau mencabut rekomendasi naa-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah 4. Mengundang para ahli menjelaskan sautu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/ lembaga keuangan dalam maupun luar negeri 5. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN 6. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan. STRUKTUR PERBANKAN SYARIAH B. MEKANISME PEMBENTUKAN FATWA DPS, DSN-MUI MEKANISME PEMBENTUKAN FATWA DSN dan DPS Sejarah Berdirinya  Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syari’ah yang diselenggarakan MUI Pusat pada tanggal 29-30 Juli 1997 di Jakarta merekomendasikan perlunya sebuah lembaga yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah (LKS). Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan rapat Tim Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN) pada tanggal 14 Oktober 1997.  Dewan Pimpinan MUI menerbitkan SK No. Kep-754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999 tentang Pembentukan Dewan Syari’ah Nasional MUI.  Dewan Pimpinan MUI mengadakan acara ta’aruf dengan Pengurus DSN-MUI tanggal 15 Februari 1999 di Hotel Indonesia, Jakarta.  Pengurus DSN-MUI untuk pertama kalinya mengadakan Rapat Pleno I DSN-MUI tanggal 1 April 2000 di Jakarta dengan mengesahkan Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga DSN-MUI.  Susunan Pengurus DSN-MUI saat ini berdasarkan Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia No : Kep-487./MUI/IX/2010 tentang Susunan Pengurus Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI), Periode 2010 – 2015. Adapun pimpinan DSN-MUI secara ex-officio dijabat oleh Ketua Umum MUI, Dr. K.H. Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz (semoga Allah mengasihinya) selaku ketua dan Sekretaris Jenderal MUI, Drs.H.M. Ichwan Sam selaku sekretaris, serta DR. K.H. Ma’ruf Amin selaku ketua pelaksana. Latar Belakang • Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam • Pembentukan DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan. Berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa akan ditampung dan dibahas bersama agar diperoleh kesamaan pandangan dalam penanganannya oleh masing-masing Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan syariah • Untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan, DSN-MUI akan senantiasa dan berperan secara proaktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan Mekanisme penyerapan fatwa DSN sebagai regulasi lembaga keuangan syariah, diatur dalam Pasal 26 UUPS No. 21 Tahun 2008 : 1. Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21, dan/atau produk jasa syariah wajib tunduk pada Prinsip Syariah. 2. Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia. 3. Fatwa sebagaimana dimaksud ayat (2) dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia. 4. Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud ayat (2), Bank Indonesia membentuk komite perbankan syariah. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan dan tugas komite perbankan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional salah satunya adalah pada struktur organisasi, di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Sesuai Keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 01 tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (pd dsn-mui) Dewan Syariah Nasional (DSN) dapat memberikan teguran kepada institusi keuangan syariah jika suatu institusi tersebut telah menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan oleh DSN, namun hal itu dilakukan setelah menerima laporan dari DPS yang berada pada lembaga keuangan syariah tersebut. Jika institusi keuangan syariah tidak mengindahkan teguran yang diberikan oleh DSN, maka dapat diusulkan kepada institusi yang mempunyai kuasa untuk memberikan sanksi, misalnya Bank Indonesia dan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Hukuman yang diberikan bertujuan agar bank syariah tersebut tidak lagi melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Struktur DPS 1. DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas Direksi. 2. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam. 3. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya. 4. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut. 5. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah. MEKANISME KERJA DEWAN PENGAWAS SYARIAH Keterangan Mekanisme Kerja DPS Berdasarkan ilustrasi kerja antara Lembaga Keuangan Syariah dengan Dewan Pengawas Syariah di atas terdapat mekanisme rapat dalam menentukan sebuah produk atau jasa sebagai sebuah fasilitas bagi nasabah dalam melakukan transaksi pada lembaga keuangan Syariah yang kemudian Dewan Pengawas Syariah menerima usulan lembaga untuk didiskusikan terlebih dahulu, karena peran dewan pengawas syariah di sini mengawasi apakah mekanisme yang dijalankan lembaga keuangan sesuai dengan prinsip syariah dan produk yang dikeluarkan tidak bertentangan dengan prinsip syariah. The Accaunting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) (Harahap, 2002: 219-221) telah merumuskan tahapan pelaksanaan terhadap pengawasan syari’ah di lembaga keuangan syari’ah. Pemeriksaan syaria’ah dilaksanakan sesuai dengan tahapan-tahapan ideal tertentu. Tahapan-tahapan tersebut disusun oleh AAOIFI yang diharapkan dapat dijadikan standar pelaksanaan pengawasan syari’ah oleh DPS dilapangan. Tahap-tahap pengawasan nya sebagai berikut: • Prosedur/tahapan perencanaan pemeriksaan Prosedur pemeriksaan syari’ah harus terlebih dahulu direncanakan sehingga dapat dilaksanakan dalam waktu yang efektif dan efisien. Rencana disusun sedemikian rupa sehingga termasuk di dalamnya tahap memahami secara menyeluruh tentng kegiatan lembaga keuangan tersebut dari aspek produk, size, kegiatan lokasi, cabang, anak perusahaan, dan devisi. Perencanaan dan pemeriksaan harus termasuk mendapatkan daftar semua fatwa, peraturan, dan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Pengawas Syari’ah. • Melaksanakan prosedur, menyiapkan, dan mereview kertas kerja pemeriksaan Tahap ini biasanya meliputi: a. Mendaapatkan pemahaman terhadap sikap kehati-hatian, komitmen, dan kesesuian fungsipengawasan yang di terapkan dalam menjaga agar semua kegiatan memenuhi dan mematuhi ketentuan syari’ah. b. Melakukan review terhadap kontrak, persetujuan dan sebagainya. c. Memastikan apakah transaksi yang dilakukan selama tahun itu khususnya mengenai produk yang sudah di sahkan oleh DPS. d. Memeriksa informasi dan laporan lain sepertimemo internal, kesimpulan rapat, laporan kegiatan dan laporan keuangan, kebijakan dan prosedur. e. Melakukan konsultasi, koordinasi dengan penasihat seperti auditor ekstern. f. Melakukan diskusi dengan manajemen perusahaan tentang temuan-temuan audit. • Pendokumentasian kesimpulan dan laporan DPS harus mendokumentasikan kesimpulan dari hasil pemeriksaan serta laporan mereka terhadap pemegang saham berdasarkan hasil audit dan diskusi yang dilakukan bersama manajemen. Adapun struktur DPS dalam setiap lembaga keuangan syari’ah di susun sebagai berikut: a. DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas Direksi. b. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen dalam kaitan dengan implementasi sistem produk-produk agar tetap sesuai dengan syari’ah Islam. c. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh kariyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya. d. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam dilingkungan perusahaan tersebut. e. Bertanggung jawab atas seleksi syari’ah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syari’ah. Mekanisme Kerja dan Penyerapan Fatwa Dewan Syariah Nasional Adapun mekanisme kerja dewan syariah nasional adalah sebagai berikut: 1. DSN mengesahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana Harian DSN 2. DSN melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan. 3. Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN. MEKANISME KERJA DEWAN SYARIAH NASIONAL KEDUDUKAN, STATUS & ANGGOTA Dewan Syariah Nasional adalah Dewan Yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembagan keuangan syariah. 1. DSN merupakan bagian dari MUI 2. DSN membantu pihak terkait, seperti Depkeu, BI dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ ketentuan untuk lembaga keuangan syariah. 3. Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa bakti sama dengan periode masa bakti pengurus MUI Pusat, (5 tahun).   C. HUBUNGAN DPS, DSN-MUI dan BI Dewan Syariah Nasional (DSN) & Hubungannya Dengan DPS 1. Dengan berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah, berkembang pula jumlah DPS yang berada pada masing-masing Lembaga tersebut. 2. Terkadang muncul fatwa yang berbeda antara DPS satu lembaga dengan yang lainnya, dan hal seperti ini dikhawatirkan akan membingungkan umat. 3. Oleh karenanya MUI menganggap perlu dibentuknya satu Dewan Syariah yang bersifat nasional, sekaligus membawahi seluruh Lembaga Keuangan Syariah. Lembaga ini kemudian dikenal dengan nama Dewan Syarian Nasional (DSN). HUBUNGAN ANTARA DPS, DSN MUI DAN BI Dari gambar diatas jelas bahwa dewan syariah nasional dalam lingkupan MUI. DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah. DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah. DPS mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Bagan hubungan Antara BI,MUI,DSN,DPS dan Bank Syariah Dewan gurbenur BI melakukan pengawasan berkaitan administrasi dan keuangan pada biro perbankan. Biro perbankan syariah ini di bawahi oleh Dewan Syariah Nasional yang telah di back up dengan majelis ulama indonesia. fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam. D. URGENSI DSN-MUI DAN KEBERADAAN DPS DI BANK ISLAM DPS dan interaksi dengan DSN-MUI Bank islam harus menjadikan syariat Islam sebagai landasan kegiatan operasional perbankan islam. Bank islam wajib untuk tunduk atau patuh terhadap semua ketentuan syariat islam yang terkait muamalah. Oleh karena itu, diperlukan adanya satu komponen tambahan dalam tata kelola bank yang berfungsi memastikan bahwaa setiap aktifitas bank islam, terutama aktivitas keuangan, telah menjalankan syariat secara keseluruhan dan konsisten. Menurut UU No.21 2008 tentang Perbankan Syariah, setiap bank islam di indonesia, bank umum syariah maupun unit usaha syariah, wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang secara umum bertugas untuk memberikan nasihat serta saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar tidak melenceng dari prinsip syariah. Dan ini lah salah satu pembeda antara Bank Islam dengan Bank Konvensional. Tugas dan tanggung jawab DPS yang telah diatur dalam PBI No.11/33/PBI/2009 yaitu • Menilai dan memastkan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dn produk yang dikeluarkan oleh bank islam • Mengawasi proses pengembangan produk baru agar sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional-majelis ulama indonesia • Meminta fatwa dsn-mui untuk produk baru bank yang belum ada fatwa nya • Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyalluran serta pelayanan jasa bank • Meminta dana dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya. DPS dalam bank Islam ada untuk memastikan dan mengawasi bank islam agar tetap berada pada peraturan yag telah ditentukan di bank dengan prinsip syariah. Karena terlibat aktif dalam proses bisnis bank, untuk menghindari adanya bias,seharusnya dps tidak mengeluarkab fatwa. Lalu yang seharusnya mengeluarkan fatwa adalah DSN-MUI, yang terdiri atas para ulama dan cendikiawan muslim yang terpercaya dan berkompeten keilmuannya dibidang syariah, fikih, keuangan dan perbangkan. Para ulma inilah yang menjadi referensi utama dalam seluruh bank Islam di Indonesia untuk memutuskan halal-haram produk bank islam yang akan ditawarkan. Supaya pengawasan penerapan prinsip syariah di bank islam berjalan secara optimal, maka DSN-MUI memberikan suatu rekomendasi pengangkatan DPS di bank islam. Dengan demikian DPS seakan-akan seperti kepanjangan tangan dari DSN-MUI dalam melakukan pengawasan penerapan prinsip-prinsip syariah di Bank Islam. DSN-MUI Pada Sistem Perbankan Islam Di Indonesia Dalam perbankan, meskipun sebagai pihak yang berwenang dalam mengeluarkan fatwa atas berbagai perkara terkait perbankan Islam, DSN-MUI tidak mempunyai wewenang dalam menetapkan aturan atau hukun positif terkait perkara tersebut. Wewenang ini hanya dimiliki oleh bank indonesia sebagai regulator industri perbankan di Indonesia. Mekanisme interaksi antara DSN-MUI, Bank Indonesia, DPS dalam memastikan bahwa perbankan Islam tetap berada pada koridor yang diharapkan. Di dalam Perbankan Syariah memiliki dua dasar hukum yang jelas, yaitu Fatwa DSN-MUI dan regulasi dari BI, seperti peraturan Bank Indonesia (PBI) atau surat Edaran Bank Indonesia (SE-BI). Jika salah satu tidak ada , dapat membuka celag bagi bank islam untuk tidak mengikuti aturan yang telah ditentukan dalam fatwa atau regulasi tersebut. Oleh karena itu, dalam menetapkan regulasi terkait dengan produk-produk perbankan syariah , Bank Indonesia dan DSN MUI selalu melakukan koordinasi rutin, supaya penetapan fatwa dan regulasi dapat berjalan secara bersamaan. Salah satu celah yang menjadi sumber pelanggaran prinsip syariah dalam praktik perbankan syariah : fatwa yang diterbitkan oleh DSN-MUI terkait berbagai perkara perbankan Islam masih bersifat terlalu umum. Padahal produk-produk perbankan Islam yang ditawarkan kepada masyarakat biasanya sangat spesifik yang dilengkapi dengan skema-skema yang telah megalami banyak modifikasi dari akad dasarnya. Sebagai contoh: DSN-MUI hanya menetapkan fatwa mengenai hukum rahn ( gadai) emas, namun tidak menetapkan fatwa spesifik terkait produk gadai emas yang marak ditawarkan oleh berbagai Bank Islam Di Indonesia. Dalam penerapan dilapangan, praktik gadai emas biasnya dimodifikasi oleh bank islam menjadi kebun emas dimana akad gadai emas digabungkan dengan akad jual beli emas secara tangguh/kredit. Transaksi tersebut berpotensi melanggar ketentuan bank syariah terkait dengan hukum jual beli emas. Namun, Bank Islam tetap meneruskan produk tersebut karena menganggap produk gadai emas yang di-bundling dengan jual beli emas di perbolehkan oleh DSN-MUI. Dalam kasus lainnya , sering kali terjadi perbedaan pendapat antara DSN-MUI, sebagai otoritas fatwa, dengan BI, sebagai otoritas regulator, dalam memandang suatu perkara. Dalam kasus gadai emas yang telah dibahas diatas , jika dilihat dari Bank Indonesia bahwa praktik gadai emas yang dilakukan di Bank Islam sangat berpotensi menimbulkan ekspour resiko yang cukup tinggi dan dianggap mengeluarkan fatwa yang spesifik terkait produk tersebut, ruang gerak BI untuk membuat peraturan menjadi terbatas. Oleh karena itu, mekanisme koordinasi antara DSN-MUI dan BI dalam menetapkan suatu kebijakan ( fatwa dan regulasi ) perbankan syariah mutlak harus disempurnakan. Urgensi DPS Sebagai Jembatan Regulasi Dan Fatwa Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan diatas adalah dengan mengoptimalkan peran DPS sebagai pihak yang langsung bersentuhkan dengan aktifitas bank Islam yang menjadi tanggung jawabnya. Peran DPS ditataran teknis operasional perbankan menjadi sangat penting. Dengan tugas, tanggung jawab dan wewenang yang dimilikinya, DPS memiliki akses langsung terhadap berbagai kebijakan operasional yang ada di Bank Islam. DPS lah yang disini mempunyai perasb dalam melakukan screening awal terkait dengan kelayakan suatu produk perbankan syariah. Fatwa yang ditetapkan oleh DSN-MUI masih bersifat umum, DPS dapat menggunakan pengetahuan dan kompetensi yang dimilikinya untuk menilai kelayakan produk perbankan Islam dengan skema akad yang rumit. DPS dan Audit Kepatuhan Syariah Sebagai Sebuah Kerangka Kerja Dalam menjalankan tugasnya, DPS dapat bersifat aktif atau responsif. DPS seharusnya secara aktif melakukan supervisi, mengumpulkan data, menganalisis dan melakukan koreksi terhadap berbagai temuan ketidakpatuhan syariah pada sebuah Bank Islam. Memastikan bahwa pedoman operasional dan setiap as[ek operasi bisnis bank telah sesuai dengan prinsip syariat islam. DPS bersifat responsif dan berkontribusi aktif ketika bank islam, dimana dia berada, hendak mengekurakan produk baru atau masuk ke lini bisnis baru sehingga membutuhkan pedoman operasional yang baru. Meskipun bukan pihak yang membuat,elama proses pengembangan produk baru dari pembuatan pedoman operasional agar sesuai dengan fatwa DSN-MUI, mau tidak mau DPS akan berkontribusi aktif dalam aktivitas riset yang mendalam. Dalam PBI No.11/33/PBI/2009 ada satu fungsiyang tidak tercakup, yaitu fungsi audit kepatuhan syariah. DPS hanya bertugas dan bertanggung jawab dalam menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluatkan oleh bank Islam. Mereka tidak bertanggung jawab atas kepatuhan syariah bank Islam dalam keseharian operasional bisnis bank. Maka dari itu mutlak bahwa fungsi audit kepatuhan syariah tetap menjadi wewenang auditor. DPS dalam pelaksanaan audit kepatuhan syariah, umumnya meliputi : • Memberikan arahan umum terkait strategi dan perencanaan audit. • Memberikan dukungan dalam proses pelaksanaan audit dilapangan • Membantu pembuatan laporan audit dan sekaligus menolong dalam memberikan rekomendasi atas temuan audit. • Melakukan review terhadap laporan audit dan menindak lanjuti temuan dengan manajemen. Kegiatan DPS dalam Pengawasan Internal Syariah Aktivitas dewan pengawas syariah dalam melaksanakan pengawasan syariah, ada tiga yaitu : ex ante auditing, ex post auditing, dan perhitungan dan pembayaran zakat. Pertama, Ex ante auditing merupakan aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap berbagai kebijakan yang diambil dengan cara melakukan review terhadap keputusan-keputusan manajemen, dan melakukan review terhadap seluruh jenis kontrak yang dibuat oleh manajemen bank syariah dengan semua pihak. Tujuan pemeriksaan tersebut untuk mencegah bank syariah melakukan kontrak yang melanggar prinsip-prinsip syariah. Kedua, Ex post auditing merupakan aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap laporan kegiatan (aktivitas) dan laporan keuangan bank syariah. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menelusuri kegiatan dan sumber-sumber keuangan bank syariah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Ketiga, Perhitungan dan pembayaran zakat merupakan aktivitas pengawasan syariah dengan memeriksa kebenaran bank syariah dalam menghitung zakat yang harus dikeluarkan dan memerikasa kebenaran dalam pembayaran zakat sesuai dengan ketentuan syariah. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk memastikan agar zakat atas segala usaha yang berkaitan dengan hasil usaha bank syariah telah dihitung dan dibayar secara benar oleh manajemen bank syariah. Shari'a review merupakan aktivitas utama dewan pengawas syariah untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengawas kepatuhan syariah dalam operasional bank syariah. Tujuan utama shari'a review adalah untuk memastikan kesesuaian seluruh operasional bank dengan prinsip dan aturan syariah yaitu dengan mengeluarkan fatwa - fatwa, aturan - aturan, dan arahan - arahan dalam masalah fiqih yang digunakan pedoman bagi manajemen dalam mengoperasikan bank syariah (GSIFI No. 2 paragraf 1). Tanggung jawab dewan pengawas syariah dalam masalah kepatuhan syariah adalah memberikan opini atas kepatuhan syariah dari bank syariah serta memberikan arahan, petunjuk, dan pelatihan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap prinsip syariah kepada manajemen bank syariah. Sedangkan tanggung jawab atas pelaksanaan kepatuhan syariah berada di pihak manajemen bank syariah. Shari’a review bukan merupakan tanggung jawab manajemen, tetapi juga tidak membebaskan manajemen dari kewajiban untuk melaksanakan semua transaksi berdasarkan syariah. Aktivitas shari'a review dalam praktek pengawasan internal syariah oleh DPS terbagi menjadi dua bagian yaitu aktivitas ex ante auditing dan ex post auditing. Untuk aktivitas shari'a review ex ante auditing antara lain : 1. Menetapkan standar kepatuhan syariah; 2. Menetapkan sistem dan prosedur operasional; 3. Mereview kebijakan dan keputusan manajemen; 4. Menetapkan produk bank. Sedangkan aktivitas shari'a review ex post auditing yang dilaksanakn DPS dalam menjalankan fungsi pengawasan syariah antara lain 1. Menentukan indikator kepatuhan syariah; 2. Menentukan lingkup pengawasan syariah; 3. Merencanakan mekanisme penilaian kepatuhan syariah; 4. Menilai kepatuhan syariah atas kinerja manajemen; 5. Tindak lanjut atas temuan syariah; 6. Melaporkan hasil penilaian kepatuhan syariah.

Senin, 13 Juli 2015

BA'I AS-SALAM


    JUAL BELI SALAM DAN SYARATNYA




Istilah syar’i di negara ini berkembang pesat, khususnya yang berkaitan dengan dunia bisnis. Ini sejalan dengan perkembangan bisnis perbankan dan lembaga-lembaga keuangan syari’at. Istilah-istilah syar’i ini sebelumnya sangat jarang terdengar di telinga masyarakat umum. Diantara istilah itu adalah bai’us salam (jual beli dengan cara inden atau pesan). Bagi masyarakat umum, istilah bai’us salam terhitung istilah baru. Sehingga tidak mengherankan kalau kemudian banyak yang mempertanyakan maksud dan praktik sebenarnya dalam Islam.

Inilah yang mendorong penulisan artikel singkat ini. Semoga uraian singkat ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan kaum Muslimin umumnya.
.
PENGERTIAN BAI’US SALAM (JUAL BELI SISTEM INDEN ATAU PESAN)
Kata salam berasal dari kata at-taslîm (التَّسْلِيْم). Kata ini semakna dengan as-salaf (السَّلَف) yang bermakna memberikan sesuatu dengan mengharapkan hasil dikemudian hari. Pengertian ini terkandung dalam firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ

(kepada mereka dikatakan): "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu".[al-Hâqqah/69:24]

Menurut para Ulama, definisi bai’us salam yaitu jual beli barang yang disifati (dengan kriteria tertentu/spek tertentu) dalam tanggungan (penjual) dengan pembayaran kontan dimajlis akad.[2] Dengan istilah lain, bai’us salam adalah akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad berlangsung.

Dengan demikian, bai’us salam memiliki kriteria khusus bila dibandingkan dengan jenis jual beli lainnya, diantaranya:

1. Pembayaran dilakukan didepan (kontan di tempat akad), oleh karena itu jual beli ini dinamakan juga as-salaf.

2. Serah terima barang ditunda sampai waktu yang telah ditentukan dalam majlis akad[3]

Para ulama sering mengungkapkan proses akad jual beli semacam ini dengan ungkapan, “Zaid seorang menyerahkan seribu dinar kepada Ali supaya Ali menyerahkan lima ton beras kepadanya.”

Pembeli, yaitu Zaid dinamakan al-muslim atau al-muslif atau Rabbus Salam. Sedangkan penjual yaitu Ali dinamakan al-muslam Ilaihi atau al-muslaf Ilaihi. Sementara pembayaran kontan yaitu seribu dinar dinamakan ra’su mâlis salam (Modal Salam) dan barang yang dipesan yaitu beras dinamakan al-muslam fihi atau Dainus Salam (hutang salam).[4]

HUKUM BAI’US SALAM (JUAL BELI SISTEM PESAN)
Jual beli sistem ini diperbolehkan dalam syariat Islam. Ini berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur`ân dan sunnah serta ijma dan juga sesuai dengan analogi akal yang benar (al-qiyâsush shahîh).

a. Dalam al-Qur`ân, Allah Azza wa Jalla berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang telah ditentukan, hendaklah kamu menulisnya. [al-Baqarah/2:282].

Sahabat yang mulia Abdullâh bin Abbâs Radhiyallahu anhu menjadikan ayat ini sebagai landasan membolehkan jual beli sistem pesan ini. Beliau Radhiyallahu anhu mengatakan, "Saya bersaksi bahwa jual-beli as-salaf (as-salam) yang terjamin hingga tempo tertentu telah dihalalkan dan diizinkan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam al-Qur'ân. (Kemudian beliau membaca firman Allâh Azza wa Jalla artinya) : "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak dengan secara tunai, untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya. (Hadits ini dishahihkan al-Albâni t dalam kitab Irwâ’ul Ghalîl, no. 340 dan beliau t mengatakan, "Hadits ini dikeluarkan imam asy-Syâfi’i t no. 1314, al-Hâkim, 2/286 dan al-Baihaqi 6/18).

Firman Allâh Azza wa Jalla diatas, yang artinya, "apabila kamu bermu'amalah tidak dengan secara tunai,” bersifat umum, artinya meliputi semua yang tidak tunai, baik pembayaran maupun penyerahan barang. Apabila yang tidak tunai adalah penyerahan barang maka itu dinamakan bai'us salam.[5]

b. Dalam hadits Abdullâh bin Abbâs Radhiyallahu anhu diriwayatkan :

قَدِمَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِى الثِّمَارِ السَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ : مَنْ أَسْلَفَ فِى تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِى كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ

Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di kota Madinah, penduduk Madinah telah biasa memesan buah kurma dengan waktu satu dan dua tahun. maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa memesan kurma, maka hendaknya ia memesan dalam takaran, timbangan dan tempo yang jelas (diketahui oleh kedua belah pihak)." [Muttafaqun 'alaih]

c. Para Ulama telah berijmâ’ (berkonsensus) tentang kebolehan bai'us salam ini, seperti diungkapkan Ibnu al-Mundzir t dalam al-Ijma’, hlm. 93. Ibnu Qudâmah t menguatkan penukilan ijma’ ini. Beliau t menyatakan, "Semua ulama yag kami hafal sepakat menyatakan as-salam itu boleh.”[6]

d. Kebolehan akad jual beli salam (pemesanan) ini juga sesuai dengan analogi akal dan kemaslahatan manusia. Syaikh Shâlih bin Abdillâh al-Fauzân –hafizhahullâhu- menjelaskan, “Analogi akal dan hikmah mengisyaratkan jual beli ini boleh. Karena kebutuhan dan kemaslahatan manusia bisa sempurna dengan jual beli salam. Orang yang membutuhkan uang akan terpenuhi kebutuhannya dengan pembayaran tunai sementara pembeli beruntung karena bisa mendapatkan barang dengan harga lebih murah dari umumnya. Jadi, manfaatnya kembali ke kedua pihak.”[7]

Oleh karena itu, syaikh Shâlih bin Abdillâh al-Fauzân –hafizhahullâhu- mengatakan, "Pembolehan mua’amalah ini (yaitu jual beli salam) termasuk kemudahan dan kemurahan syariat Islâm. Karena mu’amalah ini berisi hal-hal yang bisa memberikan kemudahan dan mewujudkan kebaikan bagi manusia, disamping juga bebas dari riba dan seluruh larangan Allâh.[8]

KEBUTUHAN MASYARAKAT TERHADAP BAI’US SALAM
Bai'us Salam ini dibutuhkan oleh banyak kalangan, misalnya orang-orang yang memiliki kemampuan dan keterampilan namun mereka tidak miliki modal yang cukup untuk menjalankan apa yang menjadi obsesinya. Mereka ini bisa menjual sampel produk mereka (sebelum ada produk dalam jumlah besar) dan mendapatkan uang kontan. Uang kontan ini bisa mereka manfaatkan untuk menyiapkan bahan baku dan biaya operasinal pengadaan produk, seperti untuk membeli bibit, alat, pupuk dan lain-lain; Bisa juga untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga selama proses pengerjaan produk tersebut. Kemudian setelah produk siap, mereka bisa menyerahkannya sesuai dengan pesanan pada waktu yang telah ditentukan. Apabila produknya tidak dapat memenuhi pesanan maka ia harus mencari dan mendapatkan produk orang lain untuk memenuhi pesanan. Hal ini karena barang (al-Muslam fihi) tidak boleh ditentukan harus dari hasil produksi mereka saja [9].

Bila melihat praktik jual beli salam diatas, kita dapati kemaslahatan atau keuntungan akan dirasakan oleh kedua belah pihak. Penjual memperoleh kemaslahtan dan keuntungan berupa :

1. Mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara halal. Sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usaha tanpa terlibat riba (bunga). Sebelum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang ini untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajiban apapun.

2. Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan cukup lama.

3. Tidak perlu upaya dan mengeluarkan biaya tambahan untuk menghabiskan produk, karena telah dibeli sebelumnya.

Pembeli pun memperoleh keuntungan dan manfaat, seperti :
1. Jaminan mendapatkan barang (al-muslam fihi) sesuai dengan kebutuhan dan tepat waktu.

2. Mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan harga lebih murah bila dibandingkan membeli saat membutuhkan barang itu, karena :

a. Pembeli telah memberikan uang cash dalam tempo salam (pemesanan) tersebut, padahal bisa saja ia memanfaatkan uang tunai ini untuk keperluan lain. Sehingga pantas bila pembeli mendapatkan harga lebih murah.

b. Pembeli komitmen membeli produk tertentu padahal itu beresiko. Sebab bisa saja, ketika barang diserahkan ternyata harga di pasar lebih murah karena stok barang banyak atau permintaan kurang.

c. Terkadang, pembeli terpaksa harus mencari kesempatan untuk memasarkan barang yang telah dipesan itu, jika dia membelinya bukan untuk kebutuhan pribadinya saja.

Dengan ini nampak jelas bahwa jual beli salam merupakan sarana efektif untuk menyatukan dua unsur penting produksi yaitu harta dan aktifitas produksi dengan metode yang diterima semua pihak terkait dalam pembagian hasil.[10]

Namun perlu diwaspadai perilaku buruk sebagian pemilik modal yang memancing ikan di air keruh, ketika para petani atau pengusaha industri sangat membutuhkan modal cepat. Dalam kondisi sepert ini, terkadang sebagian pemilik modal "memanfaatkan" jual beli salam sebagai sarana menekan harga barang hingga sangat terpuruk. Seandaianya bukan karena kebutuhan mendesak, tentu mereka menolak tawaran modal tersebut. Ini tidak bisa dibenarkan dan terlarang karena masuk dalam kategori bai’ul mudhthar (jual beli dalam keadaan terpaksa).

RUKUN JUAL BELI SALAM
Jual beli ini memiliki tiga rukun yaitu :
1. Ada transaktor, yaitu al-muslim dan al-muslam ilaihi
2. Ada modal as-salam (ra’su mâlis salam).
3. Ada shighah (akad) yaitu ijab dan qabûl, baik tertulis maupun terucap.

Contoh, perusahaan A di kota semarang memesan seratus mobil merek Toyota Saluna seri tertentu kepada perusahaan Toyota dengan membayar tunai 20 milyar rupiah di majlis akad (tempat transaksi) dengan perjanjian mobil harus dauh terkirim ke pelabuhan Tanjung Emas di Semarang setelah dua bulan dari waktu transaksi.

Dalam contoh diatas, rukun jual beli salam sudah terpenuhi, yaitu :
a. Al-Muslim adalah perusahaan A sedangkan al-muslam Ilaihi adalah perusahaan Toyota
b. Modal as-salam yaitu uang 20 milyar rupiah yang dibayar kontan
c. Shighah (transaksi) yaitu ijab dan qabul ketika transaksi sedang berlangsung.

SYARAT-SYARAT JUAL BELI SALAM
Disamping rukun, untuk keabsahan jual beli salam, para Ulama menetapkan syarat-syarat sah. Secara garis besar, para Ulama menggolongkan syarat-syarat ini menjadi dua yaitu :

1. Syarat umum jual beli dan ini pernah dimuat dalam majalah Assunnah edisi 09/Thn XIII/Dzulhijjah 1431/Desember 2009M
2. Syarat khusus pada jual beli salam ada enam yaitu :

• Jual beli ini pada barang-barang yang memiliki kriteria jelas[11]
Jual beli salam merupakan jenis akad jual beli barang dengan kriteria tertentu dengan pembayaran tunai. Sehingga menjadi sebuah keharusan, barang yang dipesan adalah barang yang dapat ditentukan kriterianya dengan jelas, seperti jenis, ukuran, berat, takaran dan lain sebagainya. Penyebutan kriteria ini bertujuan untuk menentukan barang yang diinginkan oleh kedua belah pihak dan menghindarkan sengketa.

Dalam memberikan kriteria masuk dalam syarat ini perlu diperhatikan bahwa masalah kriteria ini akan berbeda dari zaman ke zaman. Sehingga tidak semua yang disampaikan para Ulama ahli fiqh zaman dulu sebagai kriteria barang yang tidak bisa diberikan kreteria jelas itu pasti benar, sebab dengan perkembangan teknologi dan pengetahuan muncul alat yang dapat mendeteksi criteria dengan jelas sehingga dapat diserahkan sesuai dengan criteria yang disepakati ketika akad.[12]

• Pembayaran dilakukan pada saat akad (transaksi)
Sebagaimana terfahami dari namanya, yaitu as-salam (penyerahan), atau as-salaf (mendahulukan), maka para Ulamâ' sepakat bahwa pembayaran jual beli salam itu harus dilakukan di muka atau kontan saat transaksi, tanpa ada yang terhutang sedikitpun. Jika pembayaran ditunda (dihutang) sebagaimana yang sering terjadi, maka akadnya berubah menjadi akad jual beli hutang dengan hutang (bai’ud dain bid dain) yang terlarang dan hukumnya haram. Diantara contoh yang terlarang, memesan barang dengan tempo setahun, kemudian pembayaran dilakukan dengan menggunakan cek atau bank garansi yang hanya dapat dicairkan setelah beberapa bulan berikutnya.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, "Allâh mensyaratkan pada akad salam agar pembayaran dilakukan dengan kontan. Apabila ditunda, niscaya kedua belah pihak sama-sama berhutang tanpa ada faedah yang didapat. Oleh karena itu, akad ini dinamakan dengan as-salam, karena ada pembayaran di muka. Sehingga bila pembayaran ditunda, maka itu termasuk kategori jual beli hutang dengan hutang, bahkan itulah praktik jual beli hutang dengan hutang yang sebenarnya, dan beresiko tinggi, serta termasuk praktek untung-untungan."[13]

• Penyebutan kriteria, jumlah dan ukuran barang dilakukan saat transaksi berlangsung
Dalam akad jual beli salam, penjual dan pembeli wajib menyepakati kriteria barang yang dipesan. Kriteria yang dimaksud di sini ialah segala yang bersangkutan dengan jenis, macam, warna, ukuran, jumlah barang serta setiap kriteria yang diinginkan dan berpengaruh pada harga barang.

Contoh ; Apabila Ali hendak memesan beras kepada Budi, maka Ali wajib menyebutkan jenis beras yang diinginkan (misalnya Beras Rojolela), asal barangnya, kualitas dan kuantitasnya, perkarung diisi berapa kilogram serta produk tahun kapan.

Kriteria-kriteria ini pasti berpengaruh pada harga. Karena harga beras akan berbeda sesuai dengan perbedaan jenis, kualitas, asal daerah dan tahun panennya. Perhatikanlah sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam hadits di atas :

من أَسْلَفَ في شَيْءٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ

Barangsiapa memesan sesuatu, maka hendaknya ia memesan dalam jumlah takaran, timbangan serta tempo yang jelas [Muttafaqun 'alaih]

• Jual beli salam harus ditentukan dengan jelas tempo penyerahan barang pesanan
Kedua transaktor pada akad jual beli salam harus ada kesepakatan tentang tempo penyerahan barang pesanan, berdasarkan sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ

sampai tempo yang jelas [Muttafaqun 'alaih]

juga firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. [al-Baqarah/2:282]

Ayat dan hadits diatas menunjukkan ada pensyaratan tempo yang jelas dalam jual beli salam.

• Barang pesanan sudah tersedia di pasar saat jatuh tempo agar dapat diserahkan pada waktunya[14]
Kedua belah pihak wajib memperhitungkan ketersediaan barang pada saat jatuh tempo. Persyaratan ini demi menghindarkan akad salam dari praktek tipu-menipu dan spekulasi perjudian, yang keduanya diharamkan dalam syari'at Islam.

Seandainya barang pesanan dipastikan tidak ada pada saat jatuh tempo maka jual beli salam tidak sah. Disamping menyebabkan tidak sah, pengabaian syarat ini juga akan sangat berpotensi memancing percekcokan dan perselisihan yang tercela. Padahal setiap perniagaan yang rentan menimbulkan percekcokan antara penjual dan pembeli pasti dilarang.

• Barang pesanan adalah barang yang pengadaannya ada dalam tanggung jawab penjual, bukan dalam bentuk satu barang yang telah ditentukan dan terbatas.
Maksudnya, barang yang dipesan hanya ditentukan kriterianya. Dan pengadaannya, diserahkan sepenuhnya kepada penjual. Sehingga ia memiliki kebebasan dalam pengadaan barang yang sesuai dengan semua kreteria dan ukuran atau jumlah yang diinginkan pembeli. Penjual bisa mendatangkan barang miliknya yang telah tersedia atau membelinya dari orang lain.
Persyaratan ini ditetapkan agar akad salam terhindar dari unsur gharar (penipuan). Sebab bisa saja kelak ketika jatuh tempo, karena faktor tertentu, penjual tidak bisa mendatangkan barang dari miliknya atau dari perusahaannya.

Contoh :
Seseorang melakukan jual beli salam untuk memesan sebuah mobil tertentu misalnya mobil pribadi milik Ali satu-satunya. Barang yang telah ditentukan seperti ini tidak bisa dijadikan obyek dalam jual beli salam. Karena keabsahan akad jual belinya sangat tergantung pada barang yang telah ditentukan itu. Ini sangat berbeda dengan jual beli salam yang hanya menentukan barang dengan criteria-kriteria tertentu, sehingga si penjual bebas mencarikan harus berupa pesanan yang diserahkan setelah jatuh tempo. Tidak bolehnya dengan barang terbatas ini karena barang tersebut bisa saja hilang sebelum jatuh tempo penyerahan sehingga jadilah gharar.

Tidak boleh juga dalam jual beli salam ini membatasinya dengan menyatakan produk si fulan saja atau dari kebunnya fulan saja. Kecuali bila produk perusahaan besar yang memiliki karakteristik tertentu. Seperti membeli mobel mercy seri 200 model tahun 1994 misalnya, ini diperbolehkan karena tidak dimiliki perusahaan selainnya.[15]

Jika memungkinkan, penyerahan barang pesanan dilakukan di tempat akad berlangsung dan bila tidak memungkinkan maka harus ditentukan tempat penyerahannya dalam akad tersebut.

Apabila bisa terjadi kesepakatan tentang tempat penyerahannya maka diperbolehkan menetapkannya dan bila tidak terjadi kesepakatan maka kembali ketempat akad terjadi apabila memungkinkan.[16] 

_______
Footnote
[1]. Lihat, kitab Min Fiqhil Mu’âmalat, Syaikh Shâlih Ali fauzân, hlm. 148; Syarhul Mumti’, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin 9/48; Master Textbook Fiqhul Mu’âmalât, Program S2 MEDIU, hlm. 225 dan al-Fiqhul Muyassar, hlm. 92
[2]. Lihat, kitab Min Fiqhil Mu’âmalat, Syaikh Shâlih Ali fauzân, hlm. 148
[3]. Nihâyatul Muhtâj Syarhu Minhâjit Thâlibîn, ar-Ramli. Lihat, kitab Buhûts Fiqhiyyah Fi Qadhâyâ Iqtishâdiyah al-Mu’âshirah, 1/183
[4]. Buhûts Fiqhiyyah Fi Qadhâyâ Iqtishâdiyah al-Mu’âshirah, 1/183
[5]. Lihat penjelasan syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin t tentang hal ini dalam Syarhil Mumti’ 9/49
[6]. Al-Mughni, 6/385
[7]. Min Fiqhil Mu’âmalat, Syaikh Shâlih Ali fauzân, hlm. 150
[8]. Al-Mulakhkhashul Fiqhi, 2/60
[9]. Lihat, Buhûts Fiqhiyyah Fi Qadhâyâ Iqtishâdiyah al-Mu’âshirah, 1/187
[10]. Lihat, Buhûts Fiqhiyyah Fi Qadhâyâ Iqtishâdiyah al-Mu’âshirah, 1/187-188 dengan penambahan dari penulis.
[11]. Lihat, Minhâjus Sâlikîn Wa Taudhîhul Fiqh fiddin, Syaikh Abdurrahman Nashir as-Sa’; di hlm. 150, Min Fiqhil Mu’âmalat, Syaikh Shâlih Ali fauzân, hlm. 151 dan Buhûts Fiqhiyyah Fi Qadhâyâ Iqtishâdiyah al-Mu’âshirah, 1/196
[12]. Buhûts Fiqhiyyah Fi Qadhâyâ Iqtishâdiyah al-Mu’âshirah, 1/197.
[13]. I'lâmul Muwaqqi'in, Ibnul Qayyim, 2/20
[14]. Buhûts Fiqhiyyah Fi Qadhâyâ Iqtishâdiyah al-Mu’âshirah, 1/200
[15]. Lihat, Buhûts Fiqhiyyah Fi Qadhâyâ Iqtishâdiyah al-Mu’âshirah, 1/194
[16]. Lihat, al-Mulakhkhashul Fiqhi, 2/59.

FLAT

Bukan manusia jika tidak ada masalah dalam hidup didunia. dan saat ini masalah itu sedang terjadi padaku. masalah yang bertubi-tubi, yang membut aku terpuruk dan tak tau lagi harus menjalani hidup yang bagaimnana. tak ada lagi gairah hidup  untuk ke masa depan yang lebih baik. aku hanya bisa berdoa pada - allah. semoga di ijabh semua. dan kembali bahagia kembali :)
saat aku terpuruk orang yang aku harapkan malah pergi. dan dia meninggalkanku tanpa ada perasaan menyesal dan tidak ada rasa sayang lagi setelah sekian lama kami bersama , sama sama berjuang, susah senang di lalui bersama. tapi itu semua sekarang telah hancur, dan tak ada lagi bahagiaku. :(

Sabtu, 27 Juni 2015

PENGARUH CAR,FDR,BOPO DAN NPL terhadap Profit Bank



PENGARUH CAR , FDR, BOPO dan NPL Terhadap PROFIT BANK
 

Bank yang selalu dapat menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat profitabilitas yang tinggi dan mampu membagikan dividen dengan baik serta prospek usahanya dapat selalu berkembang dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking regulation dengan baik, maka kemungkinan nilai saham dari bank yang bersangkutan di pasar sekunder dan jumlah dana dari pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan akan naik.


Kenaikan nilai saham dan jumlah dana pihak ketiga ini merupakan salah satu indikator naiknya kepercayaan masyarakat kepada bank yang bersangkutan. Kepercayaan dan loyalitas pemilik dana terhadap bank merupakan faktor yang sangat membantu dan mempermudah pihak manajemen bank untuk menyusun strategi bisnis yang baik.

Sebaliknya para pemilik dana yang kurang menaruh kepercayaan kepada bank yang bersangkutan maka loyalitasnya pun juga sangat tipis, hal ini sangat tidak menguntungkan bagi bank yang bersangkutan karena para pemilik dana ini sewaktu-waktu dapat menarik dananya dan memindahkannya ke bank lain.

Penilaian terhadap kinerja suatu bank dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangnya. Laporan keuangan bank berupa neraca memberikan informasi kepada pihak di luar bank, misalnya bank sentral, masyarakat umum, dan investor, mengenai gambaran posisi keuangannya, yang lebih jauh dapat digunakan pihak eksternal untuk menilai besarnya resiko yang ada pada suatu bank. Laporan laba rugi memberikan gambaran mengenai perkembangan bank yang bersangkutan. Pengukuran tingkat kesehatan bank harus dilakukan oleh semua bank baik bank konvensional maupun bank syariah karena terkait dengan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) bank, masyarakat pengguna jasa bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank, dan pihak lainnya. Informasi mengenai kondisi suatu bank dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan ketentuan yang berlaku dan manajemen resiko.

Perkembangan metedologi penilaian kondisi bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan bank perlu di-review secara periodik untuk menyesuaikan kondisi terkini. Tujuannya adalah agar lebih mencerminkan kondisi bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Dalam konteks inilah Bank Indonesia senantiasa melakukan perbaikan kembali terhadap sistem penilaian tingkat kesehatan yang meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian kualitatif dan kuantitatif dan penambahan faktor penilaian. Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang. Sedangkan bagi Bank Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan bank.

Analisis laporan finansial ( financial statement analysis ), khususnya mencurahkan perhatian kepada perhitungan rasio agar dapat mengevaluasi keadaan finansial pada masa lalu, sekarang dan memproyeksikan masa yang akan datang. Analisis rasional merupakan bentuk atau cara yang umum digunakan dalam analisis laporan finansial. Dengan kata lain, diantara alat-alat analisis yang digunakan untuk mengukur kekuatan atau kelemahan yang dihadapi pasar dibidang keuangan, adalah analisis ratio (financial ratio analysis). Rasio merupakan alat yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara faktor satu dengan yang lainnya dari suatu laporan finansial. Rasio-rasio finansial umumnya diklasifikasikan menjadi 4 macam yaitu rasio likuiditas atau liquidity ratio, rasio laverage, rasio aktivitas atau activity ratio, dan rasio keuntungan atau profitability ratio (Syafarudin alwi,1989, 95).

Rasio profitabilitas mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari pinjaman dan investasi. Indikator yang biasa digunakan utnuk mengukur kinerja profitabilitas bank adalah ROE (Return on Equity) yaitu rasio yang menggamabarkan besarnya kembalian atas total modal untuk menghasilkan keuntungan, ROA (Return on Assets) yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan dari keseluruhan aktiva yang ada dan yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan.
Adapun variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu bank adalah CAR, FDR, BOPO, dan NPL.

1. CAR (Capital Adequacy Ratio)
Modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka pengembangan usaha bisnis dan menampung resiko kerugian, semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut utnuk menanggung resiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi (sesuai ketentuan BI 8%) berarti bank tersebut mampu membiayai operasi bank, keadaan yang menguntungkan bank tersebut akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono , 2002: 573). CAR diukur dengan membagi modal dengan aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR).

2. FDR (Financing Deposit Ratio)
FDR adalah rasio antara jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. FDR ditentukkan oleh perbandingan antara jumlah pinjaman yang diberikan dengan dana masyarakat yang dihimpun yaitu mencakup giro, simpanan berjangka (deposito), dan tabungan.
FDR tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin besar kredit maka pendapatan yang diperoleh naik, karena pendapatan naik secara otomatis laba juga akan mengalami kenaikan.

3. BOPO (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional)
BOPO menurut kamus keuangan adalah kelompok rasio yang mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya. Berbagai angka pendapatan dan pengeluaran dari laporan rugi laba dan terhadap angka-angka dalam neraca.
Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bak dalam melakukan kegiatan operasi (Lukman D Wijaya, 2000, 120). Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar.

4. NPL (Non Performing Loan)
NPL adalah tingkat pengembalian kredit yang diberikan deposan kepada bank dengan kata lain NPL merupakan tingkat kredit macet pada bank tersebut. NPL diketahui dengan cara menghitung Pembiayaan Non Lancar Terhadap Total Pembiayaan. Apabila semakin rendah NPL maka bank tersebut akan semakin mengalami keuntungan, sebaliknya bila tingkat NPL tinggi bank tersebut akan mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet.

Minggu, 21 Juni 2015

TRANSPARENCY PADA PERUSAHAAN

MENCIPTAKAN TRANSPARASI PADA PERUSAHAAN 


  Transparasi tidak hanya untuk internal suatu perusahaan, namun transparasi juga dibutuhkan untuk ke publik. Untuk menciptakan transparasi pada perusahaan , maka kita harus mengupayakan hal yang perlu dilakukan dalam meningkatkan transparansi perusahaan kepada publik, seperti : Pendayagunaan berbagai jalur komunikasi baik langsung dan tidak langsung melalui temu wicara maupun media cetak maupun elektronik, Membuat prosedur pengaduan apabila informasi tidak sempat ke publik, Menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi, bentuk informasi yang dapat diakses publik dan informasi yang bersifat rahasia.
Transparansi bertujuan untuk menghindarkan seseorang dari rasa curiga orang lain kepadanya, dari fitnah, dari persepsi negatif, dan juga menjauhkan dirinya dari energi korupsi. Jadi, bila perusahaan tidak ingin dinilai buruk, dinilai melakukan korupsi atau menyalahgunakan jabatan dan wewenang dan sebagainya, maka bekerjalah dengan transparan. Jadilah terbuka dan tunjukkan pola kerja dengan tingkat transparansi yang sempurna.
    Jika dalam perusahaan tidak ada transparasi maka penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan untuk keuntungan pribadi pasti akan dilakukan. Tanpa transparansi akan tercipta ruang gelap (Korupsi) dalam sistem kerja. Jelas, di dalam kondisi seperti ini, orang-orang yang lemah integritas pribadinya dan yang terobsesi untuk kaya dengan segala cara berpotensi melakukan korupsi. Biasanya, mereka yang lemah ini akan menyalahgunakan sumber daya perusahaan termasuk sumber daya keuangannya. Dengan menciptakan transparasi dalam perusahaan maka akan membangun kepercayaan dalam diri setiap orang di dalam organisasi, untuk menjadi lebih setia dan melayani organisasi dengan sepenuh hati, dan dengan adanya Transparansi akan mencegah niat untuk melakukan korupsi, sehingga perusahaan dapat beroperasi secara efektif dan efisien.

  Transparasi adalah suatu keterbukaan dalam  mengelola suatu kegiatan. Transparasi sangat dibutuhkan dalam perusahaan sebab jika tidak ada keterbukaan dalam suatu perusahaan maka akan menimbulkan kejanggalan. Misalnya transparasi dalam bidang pendapatan suatu perusahaan, dimana tidak hanya seorang pemimpin yang mengetahui tentang berapa besar pendapatan yang telah di dapatkan dalam suatu periode, tetapi karyawan atau staf nya juga berhak untuk mengetahui berapa pendapatan yang dicapai dalam suatu perusahaan. Hal ini karena untuk menyesuaikan berapa besar gaji yang akan didapat oleh karyawannya. Di lembaga-lembaga, misalnya Bank di bidang manajemen keuangannya itu harus ada keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaannya, dan pertanggung jawabannya yang harus jelas dan mudah dipahami sehingga dapat  memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Komunikasi yang harus diterapkan supaya terciptanya transparasi pada perusahaan ini.

Sabtu, 02 Mei 2015

KEBIJAKAN FISKAL DALAM PRODUK POLITIK

 FISKAL DAN MONETER
KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DALAM PRODUK POLITIK
A.    Peran Sistem Ekonomi Dalam Politik
Ekonomi berasal dari perkataan Yunani “Oikonomia”. Secara etimologis kata “oikos” berarti “rumah” dan kata “nomos” berarti “peraturan”. Dengan lapangannya terbatas pada soal-soal yang berhubungan langsung dengan perbuatan manusia dalam usaha mencapai kemakmuran jasmani (material wealth). Tetapi, karena kebutuhan manusia sedemikian luasnya sehingga bukan hanya menyangkut jasmani saja, tetapi  juga menyangkut persoalan rohani. Jadi, persoalannya menjadi lebih luas yaitu menyelidiki keinginan manusia untuk memperkecil kekurangan kemakmuran.
Politik dalam bahasa Arabnya disebut “Siyasyah” atau dalam bahasa Inggrisnya “Politics”. Politik itu sendiri berarti cerdik atau bijaksana. Dalam pembicaraan sehari-hari memang politik diartikan sebagai suatu cara yang dipakai untuk mewujudkan tujuan, tetapi sebenarnya para ahli ilmu politik sendiri mengakui bahwa sangat sulit memberikan definisi tentang ilmu politik. Asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata “Polis” yang berarti “Negara Kota”, sehingga dapat dipahami bahwa politik memiliki hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, kemudian dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan, dan akhirnya kekuasaan.  Asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata “Polis” yang berarti “Negara Kota”, sehingga dapat dipahami bahwa politik memiliki hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, kemudian dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan, dan akhirnya kekuasaan.
Ruang lingkup dasar dari politik ialah negara, karenanya membicarakan politik sama dengan membicarakan negara. Di mana teori politik menyelidiki negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat
Ekonomi dan politik adalah dua sistem yang tidak dapat disamakan. Keduanya berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan pengertian dan fungsi, dan tujuannya masing-masing. Namun, di dalam perkembangan terbukti bahwa sistem perekonomian dan perpolitikan saling berhubungan satu dengan yang lain. Oleh karena itu, gagasan untuk menjadikan ekonomi politik sebagai sebuah sistem keilmuan banyak bermunculan.
Pada dasarnya, ekonomi politik dijadikan Negara sebagai alat dalam mengatur perekonomian masyarakat. Karena pada masa itu pasar dianggap belum mampu berkembang, sehingga pemerintah dirasa perlu untuk “campur tangan” didalam perekonomian masyarakat. Seiring berjalannya waktu, pandangan ini ditentang karena dianggap pemerintah (Negara) bukan lagi sebagai agen yang baik untuk mengatur kegiatan ekonomi, tetapi lebih kepada badan yang bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat.
Kebutuhan manusia relatif tak terbatas. Disisi lain, alat pemuas berbagai kebutuhan tersebut terbatas. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan alat alat pemula menyebabkan diperlukannya sebuah ilmu yang lazim di sebut ilmu Ekonomi. Ilmu ekonomi pada intinya mengajarkan bagaimana manusia atau sekelompok manusia membuat pilihan-pilihan terbaik. Ilmu ekonomi menurut Paul Samuelson(2011) adalah studi mengenai bagaimana orang dan masyarakat memilih, dengan atau tanpa menggunakan uang untuk memanfaatkan sumber-sumber daya produktif yang langka demi memproduksi berbagai komoditi dari waktu kewaktu dan mendistribusikannya untuk dikonsumsi, saat ini maupun dimasa depan, oleh berbagai orang dan kelompok dalam masyarakat.
Kinerja perekonomian suatu negara ditentukan oleh banyak faktor dan tiga diantaranya yang paling menentukan adalah:
  1. Kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi yang dijalankan pemerintah
  2. Lingkungan dimana perekonomian tersebut beroperasi
  3. Sistem ekonomi politik yang digunakan

Semua faktor-faktor penentu kinerja perekonomian tersebut dapat berubah setiap saat, jika kondisi dalam masyarakat berubah, baik itu karena berubahnya cara pandang masyarakat (ideologi), adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan, norma-norma, atau aturan dan tata hukum, maka sistem ekonomi politik yang dianut suatu masyarakat juga bisa berubah. Tergantung bagaimana kondisi perpolitikan saat itu, perubahan dalam sistem ekonomi berlangsung secara halus tanpa gejolak,tetapi bisa pula berlangsung secara drastis, radikal atau revolusioner.
Yang dimaksud dengan sistem ekonomi ialah seperangkat mekanisme dan lembaga untuk membuat dan melaksanakan keputusan mengenai produksi, pendapatan, dan konsumsi di suatu wilayah tertentu. Sistem ekonomi terdiri atas sejumlah mekanisme, pengaturan organisasi, dan peraturan untuk membuat dan melaksanakan keputusan tentang alokasi sumber-sumber yang terbatas.
Hubungan politik dengan ekonomi di bagi dua. Pertama, kebijakan umum (public policy) atau politisme yang melihat politik menentukan ekonomi. Kedua, ekonomisme yang liberal maupun Marxis yang melihat ekonomi menentukan politik. Teori lain menggambarkan hubungan ekonomi dengan politik sebagai bersifat interaktif atau timbal balik, sedangkan teori yang lain lagi menggambarkan hubungan politik dnegan ekonomi sebagai perilaku yang berkesimambungan. Termasuk ke dalam kategori yang terakhir ini berupa aliran ekonomi politik baru atau perspektif public choice yang berupaya menerapkan asumsi, bahasa, dan logika ekonomi neoklasik ke dalam perilaku politik.
Menurut Mohtar Mas’oed (1991), dalam pemaknaan politik sebagai otoritas, hubungan antara ekonomi dan politik dapat diterjemahkan ke dalam isu tentang hubungan antara kekayaan dan kekuasaan. Ekonomi terkait dengan penciptaan dan pendistribusian kekayaan, sedangkan politik terkait dengan penciptaan dan pendistribusian kekuasaan. Kekayaan terdiri dari aset fisik (kapital,tanah) dan aset non fisik (sumber daya manusia, termasuk ilmu pengetahuan), sedangkan kekuasaan bisa muncul dalam bentuk militer ekonomi, maupun Psikologis. Kekuasaan sendiri adalah kemampuan menghasilkan suatu hasil tertentu secara paksa. Namun, Mohtar Mas’oed memperingatkan bahwa pembedaan antara ekonomi sebagai ilmu tentang kekayaan dan politik sebagai ilmu tentang kekuasaan hanya untuk tujuan analistis. Dalam dunia nyata antara kekayaan dan kekuasaan tak terpisahkan.
Selama ini kita mengenal tiga sistem perekonomian yang berlaku di dunia yaitu sistem Kapitalis, sistem sosialis dan sistem campuran. Di Indonesia diterapkan sistem ekonomi campuran, dimanasistem campuran adalah sistem ekonomi dengan adanya peran pemerintah yang ikut serta menentukan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat. Tetapi campur tangan ini tidak sampai menghapuskan sama sekali kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan pihak swasta yang diatur menurut prinsip-prinsip cara penentuan kegiatan ekonomi yang terdapat dalam perekonomian pasar,
Salah satu bentuk dari campur tangan pemerintah adalah melaksanakan kebijakan fiskal dan Moneter. Kebijakan fiskal  yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan di dalam bidang perpajakan (penerimaan) dan pengeluarannya, sedangkan kebijakan moneter adalah langkah-langkah yang dijalankan oleh Bnak Sentral untuk mengawasi jumlah uang yang berada ditangan masyarakat.
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing-masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama,yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah. Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, Inflasi, Kurs, dan suku bunga.
Kebijakan fiskal dan kebijakanmoneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor , dimana sektor-sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintaha dan sektor dunia internasional. Keempat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing-masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran. Berbicara mengenai kebijakan fiskal dan moneter tidak terlepas dari situasi dan kondisi politik yang tengah berkembang pada suatu negara, karena kebijakan itu sendiri telah mengacu pada konsep dari ilmu-ilmu politik.
Misalnya adalah dalam hal mengeset standar bunga pinjaman atau dalam hal bantuan Liquiditas. Tentu aspek-aspek politik tak terlepas dalam penentuan tersebut. Kebijakan moneter berperan dalam menstabilkan perekonomian, sektor yang terlebih dahulu merasakan adalah sektor perbankan Kemudian ditransfer kesektor riilyang baik secara langsung dan tidak langsung pasti terpengaruhi atau dipengaruhi oleh situasi politik yang ada.
Peran ilmu politik dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian Indonesia itu sendiri meliputi tugas pemerintah dalam menjalankan fungsinya, yaitu mengarahkan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mencapai tujuan yang dikehendaki, upaya pemerintah untuk mengontrol monopoli dan mengatur akibat-akibat yang ditimbulkan dari kegiatan ekonomi terhadap pihak lain, redistribusi pendapatan oleh pemerintah yang bertujuan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar pendukung dan mengurangi kepincangan pendapatan dalam masyarakat, terakhir pengadaan barang dan jasa yang menjadi kepentingan umum.
Salah satu kebijakan pemerintah daerah dalam era otonomi daerah adalah pengelolaan keuangan daerah melalui desentralisasi fiskal berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, UU No. 33 Tahun 2004 tentang daerah yang mencakup 3 aspek penting:
  1. Hak dan kewenangan daerah untuk mengelola pajak dan retribusi daerah.
  2. Hak dan kewajiban daerah untuk mengelola dana pertimbangan.
  3. Hak dan kewenangan daerah untuk mengelola pinjaman daerah.
Kewenangan pusat kepala daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatan dan mengelola pinjaman daerah harus dapat meningkatkan investasi yaang sehat dan dinamis, menyediakan lapangan kerja, dan untuk mencapai tujuan bernegara. Atas dasar penyerahan kewenangan, kepala daerah harus mengelola keuangan daerah berdasarkan tata kelola keuangan yang baik. Pemerintah harus mengedepankan 4 aspek terpenting dalam mengelola keuangan yang baik, yaitu:
  1. Adanya keadilan anggaran dalam pengelolaan.
  2. Adanya keterbukaan dalam pengelolaan.
  3. Adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan keuangan.
  4. Adanya akuntabilitas atau pertanggung jawaban dalam pengelolaan.
Begitu banyak definisi kesimpulan dari realita bangsa yang merumuskan peran ekonomi dan politik. Telah dijelaskan bahwa ekonomi merupakan sistem yang dapat merangkul sistem-sitem lainnya. Bukti dalam hal ini adalah dimana ketika suatu negara terjadi masalah dalam 1 sistem negara yang ada didalamnya, maka sistem perekonomian yang berada dalam negara tersebut pasti akan ikut menjadi korban. Baik masalah yang akan timbul dari bidang pendidikan, pertahanan negara, konflik hingga masalah politik dalam suatu negara tersebut akan berpengaruh pada sistem perekonomiannya.
Sedangkan politik adalah segala sesuatu yang dapat dikelola dan dibesarkan dengan politik. Politik ini termasuk dalam berbagai hal, seperti pendidikan, kesehatan, perdagangan dan lainnya. Tidak ada ruang yang dapat mencegah masuknya politik pada sebuah sistem di indonesia.
Hubungan antara ekonomi dengan politik, hukum, soaial dan budaya sangat jelas di indonesia dan negara asia pada saat tertimpa krisis tahun 1997/1998. Krisis moneter dalam peristiwa ini berubah menjadi krisis ekonomi yang bercampur dengan krisis politik, moral dan lainnya. Pendekatan ekonomi politik yang lebih komperehensif menjadi daya tarik yang menyebabkan bidang ilmu ekonomi politik menjadi semakin menarik minat di berbagai kalangan. Namun pendekatan ekonomi politik lebih interior dibanding pendekatan analisis ekonomi murni, mengenai upaya dalam memahami peristiwa ekonomi, proses ekonomi maupun aktor-aktor atau faktor ekonomi. Analisis ekonomi politik di anggap kurang keras karena berdasarka kajian yang bersifat netral dan objektif. 

Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing-masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama,yaitu :
1.    Penerimaan berupa pajak (tax) adalah kewajiban yang harus dibayarkan  atau diserahkan oleh masyarakat kepada pemerintah dimana masyarakat tidak akan menerima imbalan  atau balas jasa langsung darinya.  Yang mana membayar pajak berarti memberikan sebagian daya beli masyarakat kepada pemerintah, yang akan dipergunakan pemerintah untuk membiayai oprasional pemerintah dan menjalankan pembangunan. Dan pajak itu sendiri terdiri atas;
2.    pajak (tax) adalah kewajiban yang harus dibayarkan  atau sdiserahkan oleh masyarakat kepada pemerintah dimana masyarakat tidak akan menerima imbalan  atau balas jasa langsung darinya.  Yang mana membayar ajak berarti memberikan sebagian daya beli masyarakat kepada pemerintah, yang akan dipergunakan pemerintah untuk membiayai oprasional pemerintah dan menjalankan pembangunan. Dan pajak itu sendiri terdiri atas :
a.    pajak langsung
Yaitu pajak yang langsung dikumpulkan dari para wajib pajak atas sejumlah kewajiban yang jumlah dari periodenya telah ditentukan berdasarkan undang-undang yang berlaku.
b.    pajak tak langsung
yaitu pajak yang bebannya dapat dipindahkan dari dari pihak tertentu kepada pihak lain. Biyasanya pembayar pajak secara tidak langsung  dikenakan mankala ia memamfaatkan objek pajak tersebut.pajak tak langsung terdiri atas :
1.    pajak degresif
yaitu jenis pajak yang besarnya pungutan pajak berbanding terbalik dengan tingkat pendapatannya, yaitu manakala pendapatan masyarakat rendah maka pajaknya tinggi sedangkan manakala pendapatan masyarakat tinggi maka pungutan pajaknya rendah.rendahnya pungutan pajak bisa didasarkan atas persentase pungutan pajak yang sama untuk setiap pendapatan atau bisa juga proposi pungutan pajak yang menurun seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat.
2.    Pajak proposional
Dimana besarnya pajak ditentukan berdasarkan proporsi yang sama besarnya atas tingkat pendapatan, artinya bagi masyarakat yang berpendapatan rendah dengan masyarakat yang berpendapatan tinggi besarnya persentase pajak sama.
3.    Pajak progresif
Adalah pajak yang persentasenya berbanding lurus dengan tingkat pendapatan yaitu manakala pendapatan naik, maka persentase juga akan naik, sedangkan pedapatan terbawah ditentukan batas terendahnya.
4.    pajak lumsump
yaitu yang dikenal pada masyarakat langsung dibayar dimuka, baik dalam bentuk pajak final priode pendapatan bulanan atau pajak final pendapatan tahunan (renumerasi). Keuntungan dari sistem pajak ini adalah pemerintah akan dengan mudah mendapatkan dana untuk menutupi anggaran belanja, akan tetapi akan memberatkan para wajib pajak, apabila umumnya pemerintah selalu saja terlambat dalam pengembalian kelebihan pungutan pajak kepada wajib pajak.
3.     Pengeluaran pemerintah, yaitu semua pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah sehubungan dengan operasionalnya dan dalam hal mana pemerintah menerima balas jasa langsung darinya seperti membayar gaji PNS dan ABRI, dan lain sebagainya. Pengeluaran pemerintah diberi notasi G. jumlah pengeluaran pemerintah dipengaruhi oleh beberapa factor di antaranya :
a.    proyeksi jumlah pajak yang diterima.
Biasanya besarnya pengeluaran pemerintah yang tercermin dalam RAPBN didasarkan pada berapa besarnya proyeksi pajak  yang dapat dikumpulkan oleh pemerintah yang berasal dari masyarakat. Semakin bsesar proyeksinya maka semakin besar pula rencana pengeluaranya (biasanya wujudkan dalam bentuk kenaikan gaji PNS dan pension pegawai negri). Sebaliknya bila proyeksi penerimaan tetap atau bahkan menurun maka kemungkinan esar pemerintah akan melalukan kebijakan kontraksi.
b.    Tujuan ekonomi yang ingin dicapai.
Beberapa tugas pemerintah yang relative berat dan sulit adalah bagaimana mengendalikan tingkat inflasi dan megatasi tingkat pengangguaran yang semakin membesar setiap periodenya. Pemerintah dapat saja melakukan kebijakan belanja Negara yang lebih besar dari pada penerimaannya bila dalam kebijakannya bertujuan untuk mengatasi penganguran yang semakin besar dengan cara membiayayai pembangunan inflastruktur dengan proyaek padat karya., membangun sarana pendidikan unruk meningkatkan kualitas tenaga kerja danlain sebagainya. Kekurangan dana dapat diperoleh pemerintah dengan cara meminjam dari luar negri atau mencetak  uang dari dalam negri.
c.    Pertimbangan politik dan keamanan.
Hal ini berhubungan dengan alat-alat keamanan Negara yaitu tentara yang bertugas untuk menjaga kesetabilan dan keamanan Negara baik yang berasal dari dalam negri maupun dari luar negri. Manakala kesetabilan dan keamanan Negara dalam kaadaan goyah dan mendapatkan ancaman maka biasanya pemerintah menaikan jumlah belanja negaranya khususnya untuk militer dengan angkatan perang untuk membiayayai pengeluaran oprasional dan penambahan alat-alat perang yang baru atau untuk menambah personol batu.
d.    Transfer pemerintah.
Ini juga termasuk pengeluaran pemerintah hanya saja pemerintah tidak memperoleh balas jasa langsung melainkan sebagai inbalanm balas jasa ataupun kewajiban hakiki Negara, seperti pembayaran pensiun, subsidi, dea siswa dan lain lain.

4.    Pengeluaran pemerintah (G), yaitu semua pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah sehubungan dengan operasionalnya dan dalam hal mana pemerintah menerima balas jasa langsung darinya seperti membayar gaji PNS dan ABRI, dan lain sebagainya. Pengeluaran pemerintah diberi notasi G. jumlah pengeluaran pemerintah dipengaruhi oleh beberapa factor di antaranya :
e.    proyeksi jumlah pajak yang diterima.
f.    Tujuan ekonomi
Peran ilmu politik dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian Indonesia itu sendiri meliputi tugas pemerintah dalam menjalankan fungsinya, yaitu mengarahkan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mencapai tujuan yang dikehendaki, upaya pemerintah untuk mengontrol monopoli dan mengatur akibat-akibat yang ditimbulkan dari kegiatan ekonomi terhadap pihak lain, redistribusi pendapatan oleh pemerintah yang bertujuan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar pendukung dan mengurangi kepincangan pendapatan dalam masyarakat, terakhir pengadaan barang dan jasa yang menjadi kepentingan umum.

B.    Kebijakan Fiskal Dan Moneter Sebagai Produk Politik
Sebagai produk politik, fiscal dan moneter tidak akan terlepas dari kedudukan lembaga-lembaga pemerintah, kepentingan actor serta mekanisme pertanggung jawaban diantara lembaga-lembaga tersebut baik ditingkat pusat maupun di daerah, sehingga pemahaman mengenai interaksi politik diantara lembaga-lembaga tersebut sangat penting. Subtansial kebijakan fiskal dimaksudkan untuk tujuan-tujuan ekonomis yang berupa peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat, perumusan kebijakan itu melibatkan keputusan politik. Kebijakan untuk mengurangi ketergantungan pada modal asing, perlindungan pemerintah terhadap industry-industri strategis dalam negeri, serta kebijakan yang menyangkut neraca perdagangan internasional merupakan contoh betapa pertimbangan politik seringkali lebih dominan didalam perumusan kebijakan fiskal.
Pemahaman mengenai kebijakan fiskal melalui pendekatan politik yang terkait dengan proses pembuatan kebijakan itu sendiri. Asumsi yang dipakai adalah bahwa sebagai sebuah keputusan kolektif, kebijakan fiskal tidak terlepas dari kepentingan actor maupun lembaga  yang secara teknis terlibat didalam rangkaian kebijakan sejak identifikasi masalah, analisis peramalan, implementasi kebijakan hingga pengawasan dan evaluasinya .
Dalam keadaan yang mana pada ekonomi nasional dipengaruhi oleh percaturan ekonomi global, maka keputusan politik yang terkait dengan kepentingan nasional akan sangat menentukan. Keputusan-keputusan politik tersebut berlaku untuk Negara maju maupun Negara sedang berkembang karna pada dasarnya setiap naegara akan memiliki kepentingan nasionalnya masing-masing.
Dalam konteks Indonesia, salah satu bentuk kebijakan fiskal adalah pengelolaan anggaran, dimana eksekutif mengacukan rancangan suatu anggaran ke legislative(DPR),dalam DPR inilah suatu rancangan itu dibahas untuk disahkan. Berbagai kepentingan bertemu untuk saling bertransaksi. Kebanyakan kasus apabila sudah tercapai kesepakatan nilai-nilai antar actor yang tercermin dalam suatu pembahasan draft kebijakan, maka barulah suatu kebijakan tersebut terbentuk.
Persoalan mendasar dalam pengelolaan keuangan daerah di indonesia adalah sejauh mana politic wil pemerintah daerah dan DPRD dalam mengelola keuangan daerah itu dilaksanakan. Sepanjang pemerintah daerah dan DPRD tidak memiliki politik wil dalam mengelola keuangan daerah, apapun kebijakan yang dikeluarkan tidak akan berpihak pada kepentiingan masyarakat. Kebijakan pengelola keuangan daerah akan menimbulkan problem baru yaitu kebijakan untuk memperkaya diri oleh penyelenggaraan negara dalam prespektif ini dapat dipastikan kebijakan pengelolaan-pengelolaan daerah yang melahirkan pengelola pembobolan, pemborosan, dan perampokan. Keuangan daerah, korupsi APBD memasuki ambang batas yang menghawatirkan, desentralisasi tidak bermakna mempermudah pelayanan publik akan tetap desentralisasi melahirkan prilaku aparat penyelenggaraan negara yang cenderung korup.
Pemerintahan, baik pemerintah daerah maupun lembaga perwakilan didaerah tidak mungkin berjalan efektif tanpa legitimasi penuh dari rakyat. Pemerintah, sebagai lembaga penataan masyarakat yang memegang kekuasaan politik utama, harus memiliki pendasaran atau legitimasi kekuasaan yang dijalankannya agar ia efektif.
Tindakan pemerintah untuk membuat kebijakan dibatasi oleh corak dan kualitas partisipasi warga negara dalam proses pembuat keputusannya. Oleh karena itu untuk menjamin kelancaran program atau kebijakan yang dibuatnya, pemerintah harus memperhatikan reaksi masyarakat terhadap suatu kebijakan dan program-program yang dilaksanakan. 
 Beberapa contoh kebijakan fiskal dan moneter sebagai produk politik :
1.    Akibat dari krisis ekonomi 1998 yang menyebabkan sector riil macet dan hiperinflasi , utang Indonesia pada tahun 2000 mencapai Rp.1.226,1 triliyun (96% dari PDB ) . utang tersebut hampir seluruhnya ditimbulkan karena utang dalam negeri dalam jumlah yang besar akibat dari upaya untuk menyelamatkan sector perbankan yang kacau akibat krisis. Jumlah utang dalam negeri terakumulasi sebesar Rp.643 triliyun,timbulnya akibat 3 kebijakan pokok atau kebijakan fiskal yang diambil dari pihak pemerintah untuk menopang perbankan nasional selama krisis,diantaranya adalah kebijakan BLBI, kebijakan penjaminan bank, kebijakan rekapitalisasi.kebijakan BLBI , guna mengatasi kelangkaan liquiditas yang akut sebagai akibat dari arus dana keluar yang semakin membesar dalam perekonomian. Kebijakan penjaminan bank, guna mengatasi krisis kepercayaan,dengan memberikan jaminan penuh kepada nasabah dan kepada mereka yang bertransaksi dengan bank.rekapitalisasi bank, adalah bagaimana membuat agar bank-bank yang tersisa beroperasi secara normal.
2.    Krisis ekonomi tahun 2008 yang dialami amerika merupakan suatu fenomena yang begitu besar yang dampaknya menyebar ke berbagai Negara lain. Dalam konteks perbankan Indonesia,pemerintah perlu berhati-hati, karena tidak ada yang dapat memperkirakan dalam dan luasnya krisis keuangan global tersebut. Dalam yang paling dirasakan adalah nilai tukar rupiah, rupiah pun mengalami depresiasi yang sangat tajam terhadap USD. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD tentu saja sangat memberatkan aktivitas impor Indonesia,terutama impor barang elektronik, komoditas pertanian, ataupun barang otomotif yang harganya menjadi lebih mahal. Sektor produksi juga terpengaruh dikarenakan pembelian alat-alat produsi impor yang semakin mahal dan juga pembayaran dari hutang-hutang  yang jatuh tempo. Disisi ekspor, meskipun dollar menguat terhadap rupiah ,bukan berarti hal tersebut mutlak mmenggembirakan karena meskipun harga barang ekspor lebih murah, daya beli Negara tujuan (AS) melemah karena bank dan sumber pembiayaan di AS mengalami kesulitan likuiditas sehingga tidak dapat menyalurkan kredit dengan lancar. Menyikapi permasalahan ini, pemerintah dan otoritas moneter telah melakukan beberapa rangkaian kebijakan untuk mengurangi kekhawatiran public terhadap kapabilitas  dan likuiditas bank-bank nasional. Salah satu kebijakan moneter yang diambil pemerintah saat itu adalah dengan penaikkan BI rate menjadi 9,5% untuk mengantisipasi depresiasi terhadap nilai rupiah dengan meningkatkan atraktivitasinvestasi dalam nilai rupish akibat spreak bunga domestic dan luar negeri yang cukup tinggi .
3.    Krisis Ekono mi di Asia
Krisis di asia berawal pada bulan mei 1997 ketika baht, mata uang thailan, diserang habis habisan oleh para spekulan pada bulan juli, ketika semua mata uang thailand, malaysia, filipina, dan indonesia dimana tidak punya pilihan kecuali mengubah kebijakan tentang kursh yang terkelola.
Menurut persetujuan reformasi struktural dengan IMF, pemerintah harus menurup enam belas bank swasta, yang kemudian justru malah mengakibatkan penarikan dana besar besaran (RUSH) di bank bank lain..
Situasi ekonomi amat suram dan Suharto bersama orang orang-orang dekatnya tetap menolak reformasi. Berbeda dari anjuran IMF untuk memerintahkan surplus anggaran dan menerapkan pengetatan fiskal, pada tanggal 6 januari 1998 Soeharto malah justru melakukan ekspansi anggaran. Rupiah dan harga saham di bej ( bursah efek jakarta) ambruk. Bukan hanya pemerintah saja, masyarakat internasional pun juganya tampak terkejut dengan begitu besarnya krisis finansial di indonesia.
Dalam menghadapi situasi yang kian memburuk, soekarno akhirnya setuju untuk menerima paket kedua reformasi bersama IMF. Dalam sebuah adegan yang bersejarah boleh jadi akan merupakan saat yang menyakitkan bukan hanya lagi soeharto tetapi juga bagi seluruh rakyat indonesia. Kegagalan IMF dalam membantu ekonomi  indonesia keluar dari krisis mendapat kritik hebat baik dari dalam maupun luar negri.
Dari awal skema penalangan yang dibuat oleh IMF untuk indonesia memang berbeda pada negara negara asia lainnya, dan Ekonomi pun menjadi kacau balau. Data statistik agregat menunjukan bahwa PDB perkapital merosot dari USD 1.200 pada tahun 1996 menjadi hanya USD 300 pada awal tahun 1998. Kesengsaraan meluas dari dari kesengsaraan air karna harga kebutuhan bahan pokok seperti beras melonjak hingga tiga kali lipat  dalam waktu yang relatif pendek, dan pada saat itu ketegangan sosial benar-benar mencapai titik didih, ataupun telah mencapai pada puncak tegangan yang serius. Dengan keadaan yang semakin suram ini pemerintah berusaha menyelamatkan kedudukannya.
Krisis politik memuncak pada bulan mei tahun 1998, dan pada tanggal 4 mei di luar dugaan diluar perkiraan banyak orang termasuk IMF, Soeharto mengumumkan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) dan listrik naik antara 20 sampai 70 persen. Langkah yang di anbil oleh soeharto sangat tidak peka terhadap situasi politik yang pada saat itu sedang tegang tegangnya dapat di kiaskan sedang mendidi mendidihnya.
masalah hubungan pusat daerah secara umum belum terpecahkan . proses pembuatan kebijakan senantiasa terpusat di Jakarta. Berbagai langkah kebijakan, terutama untuk member dana bagi pemerintah provinsi dan pemerintah lokal, hanya sekedar dimaksudkan untuk meredakan perlawanan dan bukannya dimaksudkan untuk membangun institusi daerah yang kuat. Kebijakan-kebijakan untuk memperkuat otonomi daerah terbukti hanya setengah hati atau bagi tokoh daerah hanya sebuah muslihat saja. Tampak jelas bahwa habibie mula-mula perlu waktu untuk memahami dan mengontrol  situasi dengan baik dari kekuasaan puncak yang sekonyong-konyong ada ditangannya.  Namun demikian, dengan tekanan baru dari demokratisasi, pemerintahan habibie dituntu segera melakukan perubahan-perubahan dari warisan kebijakan pendahulunya. Undang-undang no.22/1999 disahkan ditengah tekanan akan perubahan yang sangat kuat. Sebelum pembahasan beralih ke legalisasi pada tahun 1999 tersebut , bagian ini akan menjelaskan bagaimana habibie menghadapi berbagai isu setelah peralihan kekuasaan dari soeharto yang berlangsung secara dramatis.
Langkah pertama yang dilakukan habibie ialah memecat mayjen prabowo subianto dan sekutu-sekutunya dari komando militer kunci dan mempertegas kewenangan jendral wiranto. Untuk menenangkan para reformis, habibie mengundang amien rais, adnan buyung nasution, dan nurcholis majdid, kesemuanya adalah para pengeritik keras soeharto,pada sebuah pertemuan diistana kepresidenan. Pertemuan itu juga dihadiri oleh emil salim dan rudini,keduanya sesungguhnya pernah bekerja dalam cabinet dibawah soharto tetapi dipandang lebih “punya prinsip” jika dibanding tokoh lainnya . salah satu hasil terpenting dari pertemuan tersebut ialah sebuah kesepakatan umum dari reformasi politik, termasuk persiapan untuk menyelenggarakan sebuah pemilu yang bebas. Sebagai seorang presiden yang relative kurang berpengalaman dalam politik dan melesat keposisi puncak hanya karena kedekatannya den gan soeharto. Habibie mesti belajar cepat, habibie harus segera berhadapan dengan tokoh-tokoh militer yang masih kuat serta konstelasi politik yang sama sekali baru.
Namun demikian, pilihan habibie untuk menunjuk 36 orang menteri dalam kabinetnya hanya mencerminkan semangat reformasi yang terbatas. Meskipun kroni terdekat soeharto seperti bob Hassan dan siti hardiyanti rukmana disingkirkan, banyak menteri yang tetap barasal dari golkar dan militer , termasuk jendral Feisal tanjung yang diangkat sebagai menko polkam dan jendral wiranto sebagai menteri pertahanan dan keamanan. Dua puluh orang dari anggota cabinet adalah mereka yang pernah masuk jajaran cabinet soeharto yang terakhir ,termasuk Sembilan orang jajaran menteri yang mengurus ekonomi dan ginanjar kartasasmita yang menempati jabatan sebelumnya. Orang terdekat habibie adalah anggota kelompok “teknologi” rahardi ramelan yang ditugasi sebagai menteri industri dan perdagangan, pengusaha sesama kelahiran Sulawesi yaitu tanri abeng yang ditugasi sebagai menteri agama BUMN dan politisi dari ICMI adi sasono yang ditugasi sebagai mentero koperasi.
Keberhasilan kekuatan rakyat (people power) menurunkan soeharto menciptakan gelombang  reformasi diseluruh negeri . rakyat didaerah-daerah mulai berteriak menentang semua penjaga yanh korup, otoriter dan menindas,menjadi sasaran utama dan diminta untuk melepaskan jabatannya.
4.    Pembelian BLT (bantuan langsung tunai). Banyak orang melihat BLT hanya bantuan kepada orang yang kurang mampu. Sebenarnya di balik itu ada tujuan khusus dari pemerintah . BLT diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan menigkatnya pendapatan masyarakat, daya beli masyarakat juga meningkat. Meningkatnya permintaan dari masyarakat . dengan demikian permintaan dari masyarakat juga meningkat. Meningkatnya permintaan dari masyarakat akan meningkatkan produksi yang pada akhirnya akan memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia .
Proyek-proyek yang diadakan oleh pemerintah. Katakanlah pemerintah mengadakan proyek membangun jalan raya . dalam proyek ini pemerintah membutuhkan buruh dan dengan menetapkan pengeluaran>penerimaan. Deficit financing dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dahulu pemerintahan bung karno pekerja lain untuk menyelesaikannya. Dengan kata lain proyek ini menyerap SDM sebagai tenaga kerja. Hal ini membuat pendapatan orang yang bekerja disitu bertambah. Dengan bertambahnya pendapatan mereka akan terjadi efek yang sama dengan BLT tadi.
Kostumisasi APBN oleh pemerintah. Misalnya dengan deficit financing. Deficit financing adalah anggaran pernah menerapkannya dengan cara memperbanyak utang dengan meminjam dari bank Indonesia. Yang kemudian terjadi adalah inflasi besar-besaran (hyper inflantion) karena uang yang beredar di masyarakat sangat banyak. Untuk menutup anggaran yang deficit dipinjamlah uang dari rakyat. Namun, rakyat tidak mempunyai cukup uang untuk memberi pinjaman pada pemerintah. Dan pada akhirnya pemerintah pun meminjam uang dari luar negri.

C.    Dimensi Politik Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan atay pemilihan instrumen yang digunakan entuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam bidang penerimaan serta pengeluaran pemerintah. Subjek kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah dengan segala aspek termasuk aspek hukum, aspek politik maupun aspek lainnya. Perubahan tingkat komposisi pengaturan pengeluaran dan penerimaan dapat berdampak pada variable-variable perekonomian yaitu agregat permintaan dan tingkat kegiatan ekonomi, pola aplikasi sumber daya, dan distribusi sumber daya. Kebijakan fiskal sebenarnya merupakan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintahan. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya jika kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Terkait dengan penganggaran kebijakan fiskal dibagi menjadi 3:
1.    Anggaran defisit (defisit budget) adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulasi pada perekonomian.
2.    Anggaran surplus (surplus budget) adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar dari pada pengeluarannya.
3.    Anggaran berimbang  (balanced budget) terjadi jika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan anggaran berimbang ini karena terjadi kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
Politik ekonomi kebijakan fiskal konvensional seperti yang diterapkan di indonesia menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai asas atau sasaran yang harus dicapai perekonomian nasioanal. Dalam pembahasan RAPBN hingga menjadi APBN antara pemerintah dengan DPR merupakan pandangan para pengamat ekonomi, slah satu isu sentralnya adalah pertumbuahan ekonomi. Adapun argumentasi pemerintah, DPR dan pengamat ekonomi yang menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai sasaran utama kebijkan fiskal (dalam kerangka lebih luas kebijakan makro ekonomi), yaitu untuk memutuskan berbagi permasalah ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran. Pentingnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga prioritas kebijakan fiskal hanya terkonsentrasi pada peningkatan pertumbuhan.  
Anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) terdiri dari:
  • Penerimaan pajak (tax) dalam anailisis makro dipandang sebagai daya bei masyarakat berupa uang yang diserahkan kepda pemerintah.
  • Pengeluaran pemerintah
  1. •    Government expenditur (G) merupakan pengeuaran pemerintah dan atas engeluaran tersebut pemerintah akan memperoleh hasil secara langsung.
  2. •    Government transfer (Tr) merupakan pengeuaran pemerintah tetapi atas pengeuaran tersebut pemerintah tidak memperoleh hasi secara angsung pada tahun pengeluaran anggaran ini terjadi.
  3. Dimana koposisi besar kecilnya pendapatan  atau penerimaan dan pengeluaran Negara (misalnya inonesia) setiap tahunya dapat dilihat pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Dan mengenai APBN itu sendiri terdapat tiga perinsip yang mendasari penyusunannya yaitu: 
  4. •    Prinsip berimbang, yang dimaksud perinsip berimbang yaitu besarnya sisi pengeluaran sama dengan besarnya sisi penerimaan apabila terjadi deficit pada anggaran (pengeluaran lebih besar dari penerimaan) maka pemerintah melakukan pinjaman (utang luar negri) yang dalam APBN ditulis sebagai penerimaan pembangunan. Sedang apabila anggaran mengalami surplus (khusus di Indonesia selama belum pernah terjadi) maka kelebihannya akan dimasukan sebagai sisa hasil pembangunan.
  5. •    Prinsip Anggaran Dinamis, adalah pada mana yang peengutamaan pembangunan yang dibiyayai oleh kemampuan financial dalam negri ( oleh Negara itu sendiri). Bila besarnya dana pembangunan setiap tahunnya selalu meningkat yang berasal dari tabungan pemerintah (penerimaan dalam negri dikurangi pengeluaran rutin ) dalam arti pertumbuhan tabungan pemerintah selalu positif maka dikatakan sebagai anggaran dinamis absolute. Sedangkan bila dana pembangunan yang berasal dari pinjaman luar negri setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang menurun (proporsinya terhadap pengeluaran pembangunan semakin meangecil) dikatakan sebagai anggaran dinamis.
  6. •    Prinsip Anggaran Fungsional yaitiu semua bantuan luar negri hanya dipergunakan untuk membiayai pembangunan dan bukan untuk membiayai pengeluaran rutin (membayar gaji pegawai negri, subsidi dan sebagainya).
 Adapun argumentsi pemeritah DPR, dan pengamat ekonomi yang menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai sasaran utama kebijakan fiskal  (dalam kerangka lebih luas kebijakan makro ekonomi), yaitu untuk menuntaskan berbagai permasalahan krusial ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran. Begitu pentingnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga prioritas kebijakan fiskal hanya terkonsentrasi pada peningkatan pertumbuhan.
Kebijakan fiskal berhubungan dengan pengaturan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Dalam suatu pengelolaan atau pembentukan kebijakan, dalam hal ini kebijakan fiskal, mulai dari perumusan suatu kebijakan,formulasi kebijakan , sampai pada implementasi dan evaluasi tak luput dari aspek-aspek politik yang ada. Disamping karena konsep kebijakan itu sendiri merupakan salah satu konsep dari ilmu politik, yang paling menonjol dimensi politiknya adalah bagaimana kebijakan fiskal itu bisa dibentuk. Interaksi-interaksi aktor dalam pembentukan kebijakan inilah sebagai dimensi politik kebijakan fiskal , bagaimana suatu kumpulan angka-angka dan rencana-rencana yang ada diperdebatkan. Tentu semua aktor mempunyai kepentingan dalam suatu pengaturan tersebut.
Dalam konteks Indonesia, salah satu bentuk kebijakan fiskal adalah pengelolaan anggaran, dimana eksekutif mengajukan suatu rancangan suatu anggaran ke legislative (DPR) , kemudian dalam DPR inilah suatu rancangan itu dibahas untuk disahkan. Disini berbagai kepentingan bertemu untuk saling bertransaksi. Dalam kebanyakan kasus apabila sudah tercapai kesepakatan nilai-nilai antar aktor yang tercermin dalam suatu pembahasan draft kebijakan, maka barulah suatu kebijakan tersebut terbentuk.
Dalam pengelolaan anggaran, menurut kebijakan ini yang terpenting adalah: 
1.    Terdapat hubungan langsung antara belanja pemerintah dengan penerimaan pajak dengan penyesuaian anggaran untuk memperkecil ketidak stabilan ekonomi.
2.    Dalam masa depresi dimana banyak pengangguran maka belanja pemerintah adalah merupakan satu-satunya jalan terbaik untuk mengatasinya.
Dan dalam menyetabilitaskan anggaran otomatis, dalam kebijakan ini pun menerapkan  yaitu :
1.    Dalam priode kesempatan kerja penuh (full employment) pajak akan di usahakan surplus.
2.    Apabila dalam perekonomian terjadi kemunduran ekonomi maka program pajak tidak di ubah, akan tetapi konsekuensinya penerimaan pajak menurun, dan pengeluaran pemerintah semakin besar.
3.    Karna pengeluaan pemerintah bertambah besar dalam masa kemunduran ekonomi makat terjadi deficit anggaran, dan ini akan mendorong sector suwasta terpacu untuk maju.
4.    Dalam masa inflasi terjadi kenaikan pendapatan pemerintah yang berasal dari pajak (pendapatan), anggaran belanja surplus sementara tunjangan bagi penganggur tidak perlu banyak.

D.    Politik Kebijakan Moneter

Pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kebijakan fiskal. Suatu kebijakan sendiri itu merupakan salah satu konsep dari ilmu politik. Mengenai kebijakan moneter dengan keterbatasan anggaran yang atas dasar kebijakan itu dibuat, misalnya adalah dalam hal mengeset standar bunga pinjaman atau dalam hal bantuan likuiditas. Tentu aspek-aspek politik tak terlepas dalam penentuan tersebut. Kebijakan moneter berperan dalam menstabilkan perekonomian, sector yang terlebih dahulu merasakan adalah sector perbankan yang kemudian di transfer ke sector riil yang baik secara langsung dan tidak langsung pasti terpengaruhi atau dipengaruhi oleh situasi politik yang ada.
Kebijakan moneter yaitu kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui bank sentral guna mampengaruhi penawaran uang dan mengubah tingkat bunga dalam tingkat yang wajar dan aman.
Kebijakan moneter mengacu pada kebijaksanaan otorita moneter suatu negara yaang menyangkut masalah-maslah moneter. Kebijakan moneter dapat didefinisikan sebagai kebijakasanaan yang berkenaan dengan pengendalian lembaga keuangan, penjualan dan pembeliaan secara aktif  kertas-kertas berharga oelh otorita moneter sebagai ikhtikar sengaja untuk mempengaruhi perubahan keadaan uang, pembelian dan penjuaan secara pasif kertas berharga yang timbul dari usaha mempertahankan struktur suku bunga tertentu.
Kebijakan moneter menurut Dr. J. D. Sethi berfungsi untuk :
•    Mengambil manfaat dari struktur tingkat suku bunga yang paling sesuai.
•    Meraih pertimbangan yang tepat antara permintaan dan penawaran uang
•    Menyediakan fasiitas kredit yang tepat bagi perekonomian yang sedang berkembang dan menghentikan perkembangan yang tidak semestinya.
•    [endirian, peaksanaan dan peruasan embaga keuangan
•    Manajemen keuangan
Kebijakan moneter dibedakan menjadi kebijakan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Kebijakan moneter kuantitatif adaah suatu kebijakan umum yang bertujuan untuk mempengaruhi jumah penawaran uang dan tingkat bunga daam perekonomian. Sedangkan kebijakan moneter kualitatif adalah kebijakan yang bersifat melakukan piliahn atas beberapa aspek dari masalah moneter yang dihadapi pemerintah.
Kebijakan moneter yaitu kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui bank sentral guna maengatur penawaran uang dan tingkat bunga dalam tingkat yang wajar dan aman. Kebijakan ini umumnya terbagi dua yaitu kebijakan kuantitatif yaitu kaebijakan yang bertujuan untuk mempengaruhi penawaran uang dan tingkat bunga dalam perekonoian, dan kebijakan kualitatif yaitu kebijakan yang sifatnya non intervensi dan lebih banyak menekankan pada kesadaran pihak perbankan umumnya.


DAFTAR PUSTAKA
Medya, Ratri. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta : Pt Gelora Aksara Pratama
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.
Syafiie, Inu Kencana. 1997. Ilmu Politik. Jakarta: Rineka Cipta.
Putong Iskandar,2013. Ekonomics Pengantar Mikro Dan Makro,Jakarta: Mitra Wacana Media.
Wahyudi Kumorotomo, 2004.Desentralisasi Fiskal Politik Dan Perubahan Kebijakan, Jakarta: Kencana Perdana Media Group.
Hendra Karianga,2013. Politik Hukum Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta : Kencana Premendamedia Group.
Fatullah Yousof,2013.  Fiskal Dan Moneter, Yogyakarta : Idea Press
Wisnu Chandra,2006. Ekonomi Politik, Jakarta: Erlangga