about me

about me
Life Is Simple

tentang saya

tentang saya

Senin, 07 Desember 2015

DPS. DSN-MUI

BAB II PEMBAHASAN A. FUNGSI DAN PERAN DPS & DSN MUI DALAM BANK SYARIAH 1. DEWAN PENGAWAS SYARIAH ( DPS ) Adanya Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) dalam setiap lembaga keuangan syariah juga dapat dikatakan sebagai pembeda dengan lembaga keuangan konvensional. Pada lembaga konvensional tidak menuntut adanya dewan ini. Peran dan fungsi DPS dalam LKS sangat penting artinya. The Accaunting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) mendefinisikan DPS sebagai lembaga independen atau juris khusus dalam fiqh muamalat. Namun DPS bisa juga beranggota di luar ahli fiqh tetapi memiliki keahlian dalam bidang lembaga keuangan Islam dan fiqh muamalat. DPS suatu lembaga keuangan berkewajiban mengarahkan, mereview, dan mengawasi aktifitas lembaga keuangan agar dapat diyakini bahwa mereka mematuhi aturan dan prinsip syariah Islam. Pengertian DPS menurut Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/I/III/2001 adalah badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut. Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN. Dalam Ketentuan Umum Kepmenkop dan UKM no 91 tahun 2004 tentang KJKS, disebutkan pengertian Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang dipilih oleh koperasi yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat anggota dan beranggotakan alim ulama yang ahli dalam syariah yang menjalankan fungsi dan tugas sebagai pengawas syariah pada koperasi yang bersangkutan dan berwenang memberikan tanggapan atau penafsiran terhadap fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bersifat independen, yang dibentuk oleh Dewan Syariah Nasional dan ditempatkan pada bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, dengan tugas yang diatur oleh Dewan Syariah Nasional. Peran utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agas senantiasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan bank syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan dengan Bank Konvensional. Karena itu, diperlukan garis panduan ( guidlines ) yang fungsinya untuk mengatur. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dewan Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala ( biasanya tiap tahun ) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan bank yang bersangkutan. 2. TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DPS Menurut Adnan, DPS mempunyai tugas yang unik, berat, dan sangat strategis. Keunikan tugas ini dilihat dari kondisi bahwa anggota DPS ini harus mampu mengawasi dan tentunya menjamin bahwa lembaga keuangan syari’ah sungguh-sungguh dapat berjalan diatas rel syari’ah, dan tidak menyimpang sedikitpun. Keunikan ini makin terlihat jika kita membandingkan pada institusi keuangan konvensional dimana tidak terdapat adanya Dewan Pengawas Syari’ah. Tugas DPS Pasti sangat berat, karena memang tidak mudah menjadi lembaga yang harus mengawasi dan bersifat menjamin operasi sebuah entitas bisnis dalam konteks yang amat luas dan kompleks yang secara umum memasuki ranah-ranah khilafiyah. Karena menyangkut urusan-urusan muamalah di mana ruang interpretasinya sangatlah luas. Kesyari’ahan sebuah lembaga keuangan syari’ah, dalam batas-batas tertentu dapat dikatakan terletak diatas pundak mereka. Begitu DPS menyatakan lembaga yang diawasinya sudah berjalan berdasarkan syari’ah, maka setiap penyimpangan yang terjadi terhadap kepatuhan syari’ah menjadi tanggung jawab mereka, tidak saja di dunia namun juga di akhirat kelak. Begitu pula sebaliknya, manakala DPS menyatakan bahwa terdapat penyimpangan terhadap ke patuhan syari’ah lembaga yang mereka awasi, padahal tidak, maka tingkat kepercayaan masyarakat pada lembaga keuangan syari’ah tersebut dapatlah hancur. Menurut Briston dan El-Ashker tugas DPS yaitu sebagai mekanisme kontrol untuk memonitor kinerja bank Islam yang berkaitan dengan isu kepatuhan pada syariah. Selain itu, DPS juga bertugas untuk memastikan semua kontrak, prosedur dan transaksi yang dilakukan oleh bank Islam adalah dengan aturan Islam. a) Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. b) Mengawasi Lembaga Keuanga Syariah yang telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah c) Fungsi utama DPS adalah: • Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah. • Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN. • Fungsi Dewan Pengawas Syariah ini meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan di fatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. d) Wewenang Dewan Pengawas Syariah Adalah: • Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional bank Islam, baik pengarahan dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainya. • Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk bank Islam yang telah atau sedang berjalan namun dinilai pelaksanaannya bertentangan dengan ketentuan syariah. Untuk melakukan pengawasan tersebut, anggota DPS harus memiliki kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqh muamalah dan ilmu ekonomi keuangan Islam modern. Kesalahan besar perbankan syari’ah saat ini adalah mengangkat DPS karena kharisma dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena.. keilmuannya di bidang ekonomi dan perbankan syari’ah. 3. DEWAN SYARIAH NASIONAL Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di tanah air, berkembang pula jumlah Dewan Pengawas Syariah yang ada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyak dan beragamnya Dewan Pengawas Syariah di masing-masing lembaga syariah adalah suatu hal yang harus disyukuri, tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing Dewan Pengawas Syariah dan hal itu tidak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu MUI sebagai payung dari lembaga dan organisasi keislaman di tanah air, menganggap perlu dibentuknya satu dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk didalamnya bank-bank syariah. Lembaga ini kemudian dikenal dengan Dewan Syariah Nasional atau DSN. DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana. Anggota DSN terdiri atas para ulama, praktisi, dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah. Dewan syariah nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi lokakarya reksadana syariah pada bulan juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom dibawah Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) dipimpin oleh ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan Sekretaris. Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalankan oleh badan pelaksana harian dengan seorang ketua dan seretaris beberapa anggota. Menurut pasal 1 angka 9 PBI No. 6/ 24/ PBI/ 2004, disebutkan bahwa “DSN adalah dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan usaha bank dengan Prinsip Syariah”. Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah supaya sesuai dengan syariah islam. Dewan ini bukan hanya saja mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga - lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura,dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum islam. Garis panduan ini menjadi panduan dasar pengawasab bagi dewan pengawas syariah pada lembaga – lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya. Peran Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dkembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasiksn oleh Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan. Peran Dewan Syariah Nasional juga adalah memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah. Dewan Syariah Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika dewan syariah nasioanal telah menerima laporan dari dewan pengwas syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut. Jika lembaga keuangan tersebut tidak mengindahakan teguran yang diberikan, dewan syariah nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai dengan syariah. • Tugas DSN 1. Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya 2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan 3. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah • Wewenang 1. Mengeluarkan fatwa yang mengikut DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait 2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/ peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti depkeu dan BI 3. Memberikan rekomendasi dan/ atau mencabut rekomendasi naa-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah 4. Mengundang para ahli menjelaskan sautu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/ lembaga keuangan dalam maupun luar negeri 5. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN 6. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan. STRUKTUR PERBANKAN SYARIAH B. MEKANISME PEMBENTUKAN FATWA DPS, DSN-MUI MEKANISME PEMBENTUKAN FATWA DSN dan DPS Sejarah Berdirinya  Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syari’ah yang diselenggarakan MUI Pusat pada tanggal 29-30 Juli 1997 di Jakarta merekomendasikan perlunya sebuah lembaga yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah (LKS). Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan rapat Tim Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN) pada tanggal 14 Oktober 1997.  Dewan Pimpinan MUI menerbitkan SK No. Kep-754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999 tentang Pembentukan Dewan Syari’ah Nasional MUI.  Dewan Pimpinan MUI mengadakan acara ta’aruf dengan Pengurus DSN-MUI tanggal 15 Februari 1999 di Hotel Indonesia, Jakarta.  Pengurus DSN-MUI untuk pertama kalinya mengadakan Rapat Pleno I DSN-MUI tanggal 1 April 2000 di Jakarta dengan mengesahkan Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga DSN-MUI.  Susunan Pengurus DSN-MUI saat ini berdasarkan Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia No : Kep-487./MUI/IX/2010 tentang Susunan Pengurus Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI), Periode 2010 – 2015. Adapun pimpinan DSN-MUI secara ex-officio dijabat oleh Ketua Umum MUI, Dr. K.H. Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz (semoga Allah mengasihinya) selaku ketua dan Sekretaris Jenderal MUI, Drs.H.M. Ichwan Sam selaku sekretaris, serta DR. K.H. Ma’ruf Amin selaku ketua pelaksana. Latar Belakang • Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam • Pembentukan DSN-MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan. Berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa akan ditampung dan dibahas bersama agar diperoleh kesamaan pandangan dalam penanganannya oleh masing-masing Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan syariah • Untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan, DSN-MUI akan senantiasa dan berperan secara proaktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan Mekanisme penyerapan fatwa DSN sebagai regulasi lembaga keuangan syariah, diatur dalam Pasal 26 UUPS No. 21 Tahun 2008 : 1. Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21, dan/atau produk jasa syariah wajib tunduk pada Prinsip Syariah. 2. Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia. 3. Fatwa sebagaimana dimaksud ayat (2) dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia. 4. Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud ayat (2), Bank Indonesia membentuk komite perbankan syariah. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan dan tugas komite perbankan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional salah satunya adalah pada struktur organisasi, di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Sesuai Keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 01 tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (pd dsn-mui) Dewan Syariah Nasional (DSN) dapat memberikan teguran kepada institusi keuangan syariah jika suatu institusi tersebut telah menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan oleh DSN, namun hal itu dilakukan setelah menerima laporan dari DPS yang berada pada lembaga keuangan syariah tersebut. Jika institusi keuangan syariah tidak mengindahkan teguran yang diberikan oleh DSN, maka dapat diusulkan kepada institusi yang mempunyai kuasa untuk memberikan sanksi, misalnya Bank Indonesia dan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Hukuman yang diberikan bertujuan agar bank syariah tersebut tidak lagi melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Struktur DPS 1. DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas Direksi. 2. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam. 3. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya. 4. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut. 5. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah. MEKANISME KERJA DEWAN PENGAWAS SYARIAH Keterangan Mekanisme Kerja DPS Berdasarkan ilustrasi kerja antara Lembaga Keuangan Syariah dengan Dewan Pengawas Syariah di atas terdapat mekanisme rapat dalam menentukan sebuah produk atau jasa sebagai sebuah fasilitas bagi nasabah dalam melakukan transaksi pada lembaga keuangan Syariah yang kemudian Dewan Pengawas Syariah menerima usulan lembaga untuk didiskusikan terlebih dahulu, karena peran dewan pengawas syariah di sini mengawasi apakah mekanisme yang dijalankan lembaga keuangan sesuai dengan prinsip syariah dan produk yang dikeluarkan tidak bertentangan dengan prinsip syariah. The Accaunting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) (Harahap, 2002: 219-221) telah merumuskan tahapan pelaksanaan terhadap pengawasan syari’ah di lembaga keuangan syari’ah. Pemeriksaan syaria’ah dilaksanakan sesuai dengan tahapan-tahapan ideal tertentu. Tahapan-tahapan tersebut disusun oleh AAOIFI yang diharapkan dapat dijadikan standar pelaksanaan pengawasan syari’ah oleh DPS dilapangan. Tahap-tahap pengawasan nya sebagai berikut: • Prosedur/tahapan perencanaan pemeriksaan Prosedur pemeriksaan syari’ah harus terlebih dahulu direncanakan sehingga dapat dilaksanakan dalam waktu yang efektif dan efisien. Rencana disusun sedemikian rupa sehingga termasuk di dalamnya tahap memahami secara menyeluruh tentng kegiatan lembaga keuangan tersebut dari aspek produk, size, kegiatan lokasi, cabang, anak perusahaan, dan devisi. Perencanaan dan pemeriksaan harus termasuk mendapatkan daftar semua fatwa, peraturan, dan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Pengawas Syari’ah. • Melaksanakan prosedur, menyiapkan, dan mereview kertas kerja pemeriksaan Tahap ini biasanya meliputi: a. Mendaapatkan pemahaman terhadap sikap kehati-hatian, komitmen, dan kesesuian fungsipengawasan yang di terapkan dalam menjaga agar semua kegiatan memenuhi dan mematuhi ketentuan syari’ah. b. Melakukan review terhadap kontrak, persetujuan dan sebagainya. c. Memastikan apakah transaksi yang dilakukan selama tahun itu khususnya mengenai produk yang sudah di sahkan oleh DPS. d. Memeriksa informasi dan laporan lain sepertimemo internal, kesimpulan rapat, laporan kegiatan dan laporan keuangan, kebijakan dan prosedur. e. Melakukan konsultasi, koordinasi dengan penasihat seperti auditor ekstern. f. Melakukan diskusi dengan manajemen perusahaan tentang temuan-temuan audit. • Pendokumentasian kesimpulan dan laporan DPS harus mendokumentasikan kesimpulan dari hasil pemeriksaan serta laporan mereka terhadap pemegang saham berdasarkan hasil audit dan diskusi yang dilakukan bersama manajemen. Adapun struktur DPS dalam setiap lembaga keuangan syari’ah di susun sebagai berikut: a. DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas Direksi. b. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen dalam kaitan dengan implementasi sistem produk-produk agar tetap sesuai dengan syari’ah Islam. c. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh kariyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya. d. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam dilingkungan perusahaan tersebut. e. Bertanggung jawab atas seleksi syari’ah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syari’ah. Mekanisme Kerja dan Penyerapan Fatwa Dewan Syariah Nasional Adapun mekanisme kerja dewan syariah nasional adalah sebagai berikut: 1. DSN mengesahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana Harian DSN 2. DSN melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan. 3. Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN. MEKANISME KERJA DEWAN SYARIAH NASIONAL KEDUDUKAN, STATUS & ANGGOTA Dewan Syariah Nasional adalah Dewan Yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembagan keuangan syariah. 1. DSN merupakan bagian dari MUI 2. DSN membantu pihak terkait, seperti Depkeu, BI dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ ketentuan untuk lembaga keuangan syariah. 3. Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa bakti sama dengan periode masa bakti pengurus MUI Pusat, (5 tahun).   C. HUBUNGAN DPS, DSN-MUI dan BI Dewan Syariah Nasional (DSN) & Hubungannya Dengan DPS 1. Dengan berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah, berkembang pula jumlah DPS yang berada pada masing-masing Lembaga tersebut. 2. Terkadang muncul fatwa yang berbeda antara DPS satu lembaga dengan yang lainnya, dan hal seperti ini dikhawatirkan akan membingungkan umat. 3. Oleh karenanya MUI menganggap perlu dibentuknya satu Dewan Syariah yang bersifat nasional, sekaligus membawahi seluruh Lembaga Keuangan Syariah. Lembaga ini kemudian dikenal dengan nama Dewan Syarian Nasional (DSN). HUBUNGAN ANTARA DPS, DSN MUI DAN BI Dari gambar diatas jelas bahwa dewan syariah nasional dalam lingkupan MUI. DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah. DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah. DPS mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Bagan hubungan Antara BI,MUI,DSN,DPS dan Bank Syariah Dewan gurbenur BI melakukan pengawasan berkaitan administrasi dan keuangan pada biro perbankan. Biro perbankan syariah ini di bawahi oleh Dewan Syariah Nasional yang telah di back up dengan majelis ulama indonesia. fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam. D. URGENSI DSN-MUI DAN KEBERADAAN DPS DI BANK ISLAM DPS dan interaksi dengan DSN-MUI Bank islam harus menjadikan syariat Islam sebagai landasan kegiatan operasional perbankan islam. Bank islam wajib untuk tunduk atau patuh terhadap semua ketentuan syariat islam yang terkait muamalah. Oleh karena itu, diperlukan adanya satu komponen tambahan dalam tata kelola bank yang berfungsi memastikan bahwaa setiap aktifitas bank islam, terutama aktivitas keuangan, telah menjalankan syariat secara keseluruhan dan konsisten. Menurut UU No.21 2008 tentang Perbankan Syariah, setiap bank islam di indonesia, bank umum syariah maupun unit usaha syariah, wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang secara umum bertugas untuk memberikan nasihat serta saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar tidak melenceng dari prinsip syariah. Dan ini lah salah satu pembeda antara Bank Islam dengan Bank Konvensional. Tugas dan tanggung jawab DPS yang telah diatur dalam PBI No.11/33/PBI/2009 yaitu • Menilai dan memastkan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dn produk yang dikeluarkan oleh bank islam • Mengawasi proses pengembangan produk baru agar sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional-majelis ulama indonesia • Meminta fatwa dsn-mui untuk produk baru bank yang belum ada fatwa nya • Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyalluran serta pelayanan jasa bank • Meminta dana dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya. DPS dalam bank Islam ada untuk memastikan dan mengawasi bank islam agar tetap berada pada peraturan yag telah ditentukan di bank dengan prinsip syariah. Karena terlibat aktif dalam proses bisnis bank, untuk menghindari adanya bias,seharusnya dps tidak mengeluarkab fatwa. Lalu yang seharusnya mengeluarkan fatwa adalah DSN-MUI, yang terdiri atas para ulama dan cendikiawan muslim yang terpercaya dan berkompeten keilmuannya dibidang syariah, fikih, keuangan dan perbangkan. Para ulma inilah yang menjadi referensi utama dalam seluruh bank Islam di Indonesia untuk memutuskan halal-haram produk bank islam yang akan ditawarkan. Supaya pengawasan penerapan prinsip syariah di bank islam berjalan secara optimal, maka DSN-MUI memberikan suatu rekomendasi pengangkatan DPS di bank islam. Dengan demikian DPS seakan-akan seperti kepanjangan tangan dari DSN-MUI dalam melakukan pengawasan penerapan prinsip-prinsip syariah di Bank Islam. DSN-MUI Pada Sistem Perbankan Islam Di Indonesia Dalam perbankan, meskipun sebagai pihak yang berwenang dalam mengeluarkan fatwa atas berbagai perkara terkait perbankan Islam, DSN-MUI tidak mempunyai wewenang dalam menetapkan aturan atau hukun positif terkait perkara tersebut. Wewenang ini hanya dimiliki oleh bank indonesia sebagai regulator industri perbankan di Indonesia. Mekanisme interaksi antara DSN-MUI, Bank Indonesia, DPS dalam memastikan bahwa perbankan Islam tetap berada pada koridor yang diharapkan. Di dalam Perbankan Syariah memiliki dua dasar hukum yang jelas, yaitu Fatwa DSN-MUI dan regulasi dari BI, seperti peraturan Bank Indonesia (PBI) atau surat Edaran Bank Indonesia (SE-BI). Jika salah satu tidak ada , dapat membuka celag bagi bank islam untuk tidak mengikuti aturan yang telah ditentukan dalam fatwa atau regulasi tersebut. Oleh karena itu, dalam menetapkan regulasi terkait dengan produk-produk perbankan syariah , Bank Indonesia dan DSN MUI selalu melakukan koordinasi rutin, supaya penetapan fatwa dan regulasi dapat berjalan secara bersamaan. Salah satu celah yang menjadi sumber pelanggaran prinsip syariah dalam praktik perbankan syariah : fatwa yang diterbitkan oleh DSN-MUI terkait berbagai perkara perbankan Islam masih bersifat terlalu umum. Padahal produk-produk perbankan Islam yang ditawarkan kepada masyarakat biasanya sangat spesifik yang dilengkapi dengan skema-skema yang telah megalami banyak modifikasi dari akad dasarnya. Sebagai contoh: DSN-MUI hanya menetapkan fatwa mengenai hukum rahn ( gadai) emas, namun tidak menetapkan fatwa spesifik terkait produk gadai emas yang marak ditawarkan oleh berbagai Bank Islam Di Indonesia. Dalam penerapan dilapangan, praktik gadai emas biasnya dimodifikasi oleh bank islam menjadi kebun emas dimana akad gadai emas digabungkan dengan akad jual beli emas secara tangguh/kredit. Transaksi tersebut berpotensi melanggar ketentuan bank syariah terkait dengan hukum jual beli emas. Namun, Bank Islam tetap meneruskan produk tersebut karena menganggap produk gadai emas yang di-bundling dengan jual beli emas di perbolehkan oleh DSN-MUI. Dalam kasus lainnya , sering kali terjadi perbedaan pendapat antara DSN-MUI, sebagai otoritas fatwa, dengan BI, sebagai otoritas regulator, dalam memandang suatu perkara. Dalam kasus gadai emas yang telah dibahas diatas , jika dilihat dari Bank Indonesia bahwa praktik gadai emas yang dilakukan di Bank Islam sangat berpotensi menimbulkan ekspour resiko yang cukup tinggi dan dianggap mengeluarkan fatwa yang spesifik terkait produk tersebut, ruang gerak BI untuk membuat peraturan menjadi terbatas. Oleh karena itu, mekanisme koordinasi antara DSN-MUI dan BI dalam menetapkan suatu kebijakan ( fatwa dan regulasi ) perbankan syariah mutlak harus disempurnakan. Urgensi DPS Sebagai Jembatan Regulasi Dan Fatwa Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan diatas adalah dengan mengoptimalkan peran DPS sebagai pihak yang langsung bersentuhkan dengan aktifitas bank Islam yang menjadi tanggung jawabnya. Peran DPS ditataran teknis operasional perbankan menjadi sangat penting. Dengan tugas, tanggung jawab dan wewenang yang dimilikinya, DPS memiliki akses langsung terhadap berbagai kebijakan operasional yang ada di Bank Islam. DPS lah yang disini mempunyai perasb dalam melakukan screening awal terkait dengan kelayakan suatu produk perbankan syariah. Fatwa yang ditetapkan oleh DSN-MUI masih bersifat umum, DPS dapat menggunakan pengetahuan dan kompetensi yang dimilikinya untuk menilai kelayakan produk perbankan Islam dengan skema akad yang rumit. DPS dan Audit Kepatuhan Syariah Sebagai Sebuah Kerangka Kerja Dalam menjalankan tugasnya, DPS dapat bersifat aktif atau responsif. DPS seharusnya secara aktif melakukan supervisi, mengumpulkan data, menganalisis dan melakukan koreksi terhadap berbagai temuan ketidakpatuhan syariah pada sebuah Bank Islam. Memastikan bahwa pedoman operasional dan setiap as[ek operasi bisnis bank telah sesuai dengan prinsip syariat islam. DPS bersifat responsif dan berkontribusi aktif ketika bank islam, dimana dia berada, hendak mengekurakan produk baru atau masuk ke lini bisnis baru sehingga membutuhkan pedoman operasional yang baru. Meskipun bukan pihak yang membuat,elama proses pengembangan produk baru dari pembuatan pedoman operasional agar sesuai dengan fatwa DSN-MUI, mau tidak mau DPS akan berkontribusi aktif dalam aktivitas riset yang mendalam. Dalam PBI No.11/33/PBI/2009 ada satu fungsiyang tidak tercakup, yaitu fungsi audit kepatuhan syariah. DPS hanya bertugas dan bertanggung jawab dalam menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluatkan oleh bank Islam. Mereka tidak bertanggung jawab atas kepatuhan syariah bank Islam dalam keseharian operasional bisnis bank. Maka dari itu mutlak bahwa fungsi audit kepatuhan syariah tetap menjadi wewenang auditor. DPS dalam pelaksanaan audit kepatuhan syariah, umumnya meliputi : • Memberikan arahan umum terkait strategi dan perencanaan audit. • Memberikan dukungan dalam proses pelaksanaan audit dilapangan • Membantu pembuatan laporan audit dan sekaligus menolong dalam memberikan rekomendasi atas temuan audit. • Melakukan review terhadap laporan audit dan menindak lanjuti temuan dengan manajemen. Kegiatan DPS dalam Pengawasan Internal Syariah Aktivitas dewan pengawas syariah dalam melaksanakan pengawasan syariah, ada tiga yaitu : ex ante auditing, ex post auditing, dan perhitungan dan pembayaran zakat. Pertama, Ex ante auditing merupakan aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap berbagai kebijakan yang diambil dengan cara melakukan review terhadap keputusan-keputusan manajemen, dan melakukan review terhadap seluruh jenis kontrak yang dibuat oleh manajemen bank syariah dengan semua pihak. Tujuan pemeriksaan tersebut untuk mencegah bank syariah melakukan kontrak yang melanggar prinsip-prinsip syariah. Kedua, Ex post auditing merupakan aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap laporan kegiatan (aktivitas) dan laporan keuangan bank syariah. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menelusuri kegiatan dan sumber-sumber keuangan bank syariah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Ketiga, Perhitungan dan pembayaran zakat merupakan aktivitas pengawasan syariah dengan memeriksa kebenaran bank syariah dalam menghitung zakat yang harus dikeluarkan dan memerikasa kebenaran dalam pembayaran zakat sesuai dengan ketentuan syariah. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk memastikan agar zakat atas segala usaha yang berkaitan dengan hasil usaha bank syariah telah dihitung dan dibayar secara benar oleh manajemen bank syariah. Shari'a review merupakan aktivitas utama dewan pengawas syariah untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengawas kepatuhan syariah dalam operasional bank syariah. Tujuan utama shari'a review adalah untuk memastikan kesesuaian seluruh operasional bank dengan prinsip dan aturan syariah yaitu dengan mengeluarkan fatwa - fatwa, aturan - aturan, dan arahan - arahan dalam masalah fiqih yang digunakan pedoman bagi manajemen dalam mengoperasikan bank syariah (GSIFI No. 2 paragraf 1). Tanggung jawab dewan pengawas syariah dalam masalah kepatuhan syariah adalah memberikan opini atas kepatuhan syariah dari bank syariah serta memberikan arahan, petunjuk, dan pelatihan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap prinsip syariah kepada manajemen bank syariah. Sedangkan tanggung jawab atas pelaksanaan kepatuhan syariah berada di pihak manajemen bank syariah. Shari’a review bukan merupakan tanggung jawab manajemen, tetapi juga tidak membebaskan manajemen dari kewajiban untuk melaksanakan semua transaksi berdasarkan syariah. Aktivitas shari'a review dalam praktek pengawasan internal syariah oleh DPS terbagi menjadi dua bagian yaitu aktivitas ex ante auditing dan ex post auditing. Untuk aktivitas shari'a review ex ante auditing antara lain : 1. Menetapkan standar kepatuhan syariah; 2. Menetapkan sistem dan prosedur operasional; 3. Mereview kebijakan dan keputusan manajemen; 4. Menetapkan produk bank. Sedangkan aktivitas shari'a review ex post auditing yang dilaksanakn DPS dalam menjalankan fungsi pengawasan syariah antara lain 1. Menentukan indikator kepatuhan syariah; 2. Menentukan lingkup pengawasan syariah; 3. Merencanakan mekanisme penilaian kepatuhan syariah; 4. Menilai kepatuhan syariah atas kinerja manajemen; 5. Tindak lanjut atas temuan syariah; 6. Melaporkan hasil penilaian kepatuhan syariah.